Jakarta (ANTARA News) - Sebuah penelitian terbaru dari Rumah Sakit Perempuan Boston, Massachussetts, menyimpulkan bahwa sejumlah simpton insomnia berkaitan dengan naiknya risiko kematian.

Penelitian yang dipublikasikan Circulation ini menyebutkan bahwa para peneliti mendapati fakta bahwa dari sekian orang yang menghadapi masalah dalam tidurnya --seperti tidur nonrestoratif (semacam gangguan tidur) dan sulit tidur-- ada peningkatan risiko kematian akibat masalah-masalah yang berkaitan dengan jantung.

Beberapa penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa tidur itu penting bagi kesehatan jantung dan banyak yang mengaitkan kurang tidur meningkatkan faktor risiko bagi penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kardiovaskuler (sistem peredarahan darah dalam tubuh).

Belum lama tahun ini para peneliti Belanda mengungkapkan analisisnya mengenai efek kurang tidur terhadap kematian akibat jantung.

Namun hubungan sulit tidur dengan masa hidup belum jelas benar.  Dr. Yanping Li dari Channing Division of Network Medicine pada Brigham and Women's Hospital (BWH) berkata, "Insomnia adalah masalah kesehatan umum, khususnya pada kalangan usia tua, namun kaitan antara ganguan umum tidur dengan dampaknya pada risiko kematian belumlah jelas."

Dr. Yi dan para koleganya menguji data simpton insomnia yang dikumpulkan pada 2004 dari hampir 23.500 pria yang mengikuti penelitian selama 6 tahun.

Memanfaatkan informasi dari pemerintah dan keluarga para pria itu, para peneliti menyimpulkan bahwa 2.025 pria itu meninggal karena simpton itu.

Ketika para penelitik menganalisis kaitan antara simpton insomnia dengan kematian, dan disesuaikan dengan gaya hidup, usia, dan kondisi-kondisi kronis lainnya, maka para peneliti menyimpulkan:

"Selama 6 tahun penelitian, pria-pria yang dilaporkan sulit tidur dan tidur non restoratif menghadapi risiko kematian akibat penyakit berkaitan sampai 55% dan 32%  lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tak sulit tidur.

"Kini kita tahu bahwa kurang tidur itu tak hanya mempengaruhi risiko penyakit, namun juga berdampak pada umur panjang kita," kata Dr. Xiang Gao, juga dari BWH dan asisten profesor pada Fakultas Kesehatan Universitas Harvard, demikian medicalnewstoday.com.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013