Sebab, medsos (media sosial) mendorong pendekatan parsitipatoris yang menjadikan setiap orang adalah subjek dan sumber informasi. Maka, dibutuhkan kode etik untuk menghindari, misalnya, persebaran kabar bohong,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan warga dunia maya atau "netizen" harus menginisiasi kode etik media sosial untuk mencegah penyalahgunaan atas sarana internet tersebut.

"Sebab, medsos (media sosial) mendorong pendekatan parsitipatoris yang menjadikan setiap orang adalah subjek dan sumber informasi. Maka, dibutuhkan kode etik untuk menghindari, misalnya, persebaran kabar bohong," kata Agus saat menjadi panelis dalam diskusi bertajuk "Gerakan Internet Sehat dan Produktif" di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) di Jakarta, Jumat.

Pendekatan parsitipatoris yang dimaksud Agus berkaitan dengan peranan para pengguna medsos yang memiliki kecenderungan menuju ke arah jurnalisme warga.

"Setiap orang bisa jadi sumber informasi dengan adanya medsos," ujar dia.

Di sisi lain, keadaan tersebut membuka peluang besar terjadinya penyalahgunaan medsos untuk penyebaran kabar bohong dan provokasi misalnya.

Ia menyadari bahwa masyarakat pengguna medsos memiliki keengganan untuk dikategorikan sebagai bagian dari pers sebab adanya ikatan dengan kode etik jurnalistik.

"Sebetulnya medsos memang ada ketidakinginan dikategorikan sebagai pers sebab banyak aturannya. Maka, untuk itu sebaiknya segera diinisiasi kode etik medsos yang sesuai dengan ide dan semangat jurnalisme warga di medsos," ujarnya.

Agus meyakini bahwa apabila kode etik medsos betul dirumuskan dan berasal dari pihak pemerintah, akan ada keengganan tertentu yang bermunculan di kalangan pengguna.

"Ketimbang dapat dari Pemerintah, pengaturan soal kode etik sebaiknya berasal dari inisiatif masyarakat sendiri dan Dewan Pers ataupun Kementerian Komunikasi dan Informasi harus melempangkan jalan untuk itu," ujarnya.

"Pengguna medsos harus belajar dari pengalaman perumusan pedoman media siber. Itu bukan dibuat oleh Dewan Pers, melainkan kawan-kawan media siber berkumpul dan menginisiasi itu sendiri," kata Agus menambahkan.

Di sisi lain, dia mengaku khawatir dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"UU ITE sebenarnya bagus. Tujuannya memerangi kejahatan siber, tetapi di beberapa pasalnya bisa mencederai kebebasan berekspresi serta hak-hak konsumen," ujarnya.

"Maka, kalau medsos tidak segera dirumuskan kode etik, risikonya adalah setiap saat harus siap dikenai dengan UU ITE," katanya.

Agus juga mengapresiasi kegiatan diskusi yang diadakan DPP LDII dan meyakini kegiatan itu dapat mendorong kehadiran internet dan medsos sebagai tempat ramah keluarga.

"Diskusi semacam ini menumbuhsuburkan optimisme adanya internet dan medsos yang ramah keluarga misalnya," ujar dia.

Ketua DPP LDII Hidayat Nahwi Rasul yang berperan sebagai moderator dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa dukungan lembaganya atas kampanye gerakan internet sehat.

"LDII berpendapat sudah semestinya masyarakat bersama-sama dengan Pemerintah dalam menjaga dan memelihara kebaikan dan kebenaran dalam berinternet," kata Hidayat.

Selain Agus, hadir pula dalam diskusi tersebut Direktur Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Mariam F. Barata, wartawan senior Tempo sekaligus dosen London School of Public Relations Ahmed Kurnia, pakar psikologi media Universitas Indonesia Amarina Ariyanto dan Pengembang Kompasiana Pepih Nugraha.

Diskusi tersebut diselenggarakan sebagai bentuk nyata kepedulian LDII mendorong keberadaan penggunaan internet yang sehat di Indonesia.(*)

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014