Brasilia (ANTARA News) - Pertandingan Argentina melawan Belgia pada perempat final Piala Dunia, Sabtu,  akan menghidupkan kembali kenangan gol brilian yang dicetak Diego Maradona.

Gol Maradona merupakan salah satu yang terhebat dalam turnamen tersebut.

Adalah dua gol saat melawan Inggris pada perempat final Piala Dunia 1986 yang membuat Maradona sangat diingat dengan 'Gol tagan Tuhan', diikuti dengan menggiring bola sejauh 70 yard (sekitar 64 meter) yang dijuluki "Gol abad ini'.

Namun pada semifinal melawan Belgia, yang juga digelar di stadion berkapasitas 110.000 tempat duduk, estadio Azteca, Mexico City, ia mencetak satu gol yang hampir seindah gol yang mematahkan hati Inggris tiga hari sebelumnya.

Masih tersisa waktu 62 menit ketika pemain yang saat itu berusia 25 tahun, yang membawa Argentina unggul pada awal babak kedua itu, mendapat umpan dari Jose Luis Cuciuffo sejauh 35 yard (32m) dari gawang di lapangan Belgia.

Menuju ke gawang, ia melakukan gerak tipu ke kiri, menarik pemain belakang Stephane Demol dan Patrick Vervoot mengarah padanya, sebelum menyelipkan bola dengan tajam ke kanan dengan kaki kirinya, sehingga membuat keduanya kehilangan keseimbangan.

Dengan cepat ia mencapai area penalti dan setelah menyentak ke kiri, membuat bingung Eric Gerets, ia menghempaskan bola melewati kiper Jean-Marie Pfaff.

Kelanjutan dari tembakan itu hampir membuat Maradona jatuh, tetapi ia berusaha keras tetap tegak sebelum berlari ke garis tepi dengan tangan kanan terangkat sebagai selebrasi.

Bagi mantan pemain belakang Belgia Georges Grun, yang tidak berdaya di Azteca, dan sekarang bekerja sebagai konsultan televisi, ini adalah gol yang muncul dalam benaknya setiap saat ia menyaksikan pemain nomor 10 Argentina sekarang, Lionel Messi.

"Pada 1986, Maradona tidak terbendung. Bukan hanya pada pertandingan itu, tetapi sepanjang turnamen," kata Grun melalui laman saluran televisi Belgia RTL.

"Seperti Maradona pada saat itu, Messi adalah orang yang harus diawasi. Dengan langkah-langkah kecil mereka, mereka adalah pemain yang selalu mempertahankan kontak dengan bola, sehingga sulit untuk merebutnya dari mereka tanpa melakukan pelanggaran."

Pada gol Maradona, Grun mengingat: "Ia berhasil lolos dari tiga pemain sebelum memperdaya Jean-Marie Pfaff.

"Kami mungkin memberi kesan bahwa kami hanya menonton dia main, tetapi menyentuhnya akan berarti penalti. Ia seorang genius dalam sepak bola."
(F005)

Penerjemah: Fitri Supratiwi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014