Jakarta (ANTARA News) - Emosi negatif, salah satunya kesedihan, tak jarang kita alami dalam hidup ini.
Tak sedikit dari kita melakukan berbagai cara untuk menangkisnya, misalnya melalui musik.

Hanya saja, menurut Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT UI), Mira D. Amir, Psi, hal penting saat kita mengalami kesedihan, ialah tidak melarang diri untuk bersedih.

"Semakin kita say no, maka akan semakin larut sedihnya, sehingga lebih baik diakui saja," ujar Mira kepada Antaranews saat ditemui di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Selasa.

Menurut Mira, kendati begitu, kita harus memberikan target pada diri untuk berhenti bersedih sehingga tidak berkepanjangan.

"Kalau dari saya, kalau memang kamu harus mellow, lakukan. Memang tidak ada patokan tertentu. Tetapi kita bisa memasang target. Kalau sudah selesai sedihnya, harus selesai. Harus dikomen," kata dia.

"Beri komen pada diri, 'saya tidak akan melarang diri saya untuk bersedih, tetapi nanti ketika sedihnya sudah hilang, saya akan berhenti bersedih'," tambah Mira.

Menurut Mira, melepaskan kesedihan bisa melalui berbagai cara, misalnya melalui musik. Dia pun menampik pendapat umum yang menyatakan lagu-lagu melow bisa memperparah kesedihan.

Menurut dia, lagu-lagu melow bagi sebagian orang justru bisa membantunya rileks sehingga mampu menata kembali perasaanya.

"Mendengarkan lagu-lagu mellow saat sedang sedih, tidak apa-apa. Orang-orang seringkali bilang kalau sedang sedih jangan dengarkan lagu-lagu mellow terus, nanti jadi mellow terus, padahal tidak juga," kata dia.

"Mungkin tidak pakai timing, tetapi kita harus mengukur diri kita sendiri (kapan harus berhenti bersedih),"tambah Mira.

Mira mengatakan, bagi sebagian orang, musik bisa menjadi sarana relaksasi dirinya. Hanya saja, efetivitasnya tergantung dari masing-masing orang itu sendiri.

"Efektivitasnya dikembalikan pada subjek. Bagi subjek A bisa membantu tetapi bagi orang lain belum tentu. Relaksasi bisa dengan berbagai cara, misalnya dengan melihat pemandangan yang disukai, " kata Mira.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015