Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) mengeluhkan ketersediaan bahan baku yang semakin menurun di dalam negeri karena berbagai faktor, di antaranya pemotongan hewan yang juga semakin menurun.

"Kemudian adanya kekurangan daging di dalam negeri itu pasokannya memang diimpor tapi yang masuk hanya dagingnya saja, kulitnya tidak," ujar Ketua APKI Sutanto Haryono di Jakarta, Jumat.

Haryono mengatakan, dengan kondisi demikian, kesulitan mendapat bahan baku dan harga yang tinggi menjadi sangat dirasakan oleh para penyamak kulit baik berskala besar maupun kecil, yang pada akhirnya membuat industri ini menjadi lesu.

Untuk itu, lanjutnya, APKI menemui Menteri Perindustrian Saleh Husin untuk mencari solusi untuk keluar dari permasalahan tersebut.

Sebetulnya, tambah Haryono, banyak bahan baku baik mentah maupun setengah jadi di luar negeri, yang cocok untuk industri penyamakan di Indonsia, namun, untuk dapat mengimpornya masih itu terganjal beberapa kendala, misalnya soal perizinan.

"Kendala utamanya adalah masih ada suatu anggapan bahwa kulit itu merupakan salah satu sumber penyakit kuku mulut. Kami mau menyampaikan bahwa sudah banyak studi menyatakan penyakit-penyakit ini sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi, karena ini merupakan produk sekunder" kata Haryono.

Haryono mengatakan, kapasitas terpasang industri penyamakan kulit saat ini adalah setara dengan 20 juta ekor sapi, namun baru terisi 25 persennya atau sekitar 5 juta ekor.

"Sehingga, kebutuhan impornya sekitar 15 juta ekor (kulit) sapi per tahun. Tapi, realisasinya masih 20 persen hingga 30 persennya saja," kata Haryono.

Sementara itu, nilai ekspor industri ini mencapai 200 juta doiar AS per tahun, meskipun kebanyakan anggota APKI menjualnya kepada industri dalam negeri untuk dijadikan sepatu, tas atau produk lainya.

Menurutnya, industri penyamakan kulit dalam negeri saat ini mengimpor kulit sapi dari beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, Asutralia dan Selandia Baru.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015