Jakarta (ANTARA News) - Panitia Kerja Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (Panja BPIH) Komisi VIII DPR RI menyetujui usulan Kementerian Agama untuk memberikan uang muka untuk pemondokan, katering dan transportasi sebesar Rp1,747 triliun.

Persetujuan itu disampaikan Panja BPIH Komisi VIII DPR RI setelah melakukan kunjungan kerja Panja BIPH ke Arab Saudi tanggal 15-21 Maret lalu.

"Persetujuan dilakukan agar proses rekrutasi mitra-mitra tersebut bisa dilaksanakan lebih awal. Temuan di lapangan menunjukkan belum ada uang muka yang diberikan dalam proses penyediaan pemondokan di Makkah dan Madinah, pemnerian uang muka bagi katering dan layanan transportasi," kata Ketua Panja BPIH, Sodik Mudjahid dalam keterangan persnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut Sodik mengatakan, pengadaan pemondokan, katering dan transportasi berupa bus dilakukan tidak melalui tender, tetapi melalui negosiasi langsung dengan terlebih dulu melewati tahapan-tahapan pengumuman, penerimaan berkas, verifikasi berkas, pengukuran jarak, pemeriksaan akomodasi,pengukuran luas kamar, rencana penempatan, penyusunan perkiraan sendiri , usul penyedia akomodasi dan negosiasi.

"Proses ini selain menyita waktu, juga rawan penyimpangan dan hal ini sudah kita sampaikan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama DPR RI," kata Sodik.

Panja BPIH menemukan informasi proses subkontraktor katering dengan harga yang jauh di bawah harga yang ditetapkan dan dibayar Kementerian Agama.

"Akibatnya, mutu dan menu makanan yang diterima jemaah jauh dibawah standar. Kami juga sudah sampaikan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Agama DPR RI," ujar Sodik.

Temuan lainnya, adalah masih banyak pondokan dalam satu sektor (wilayah) yang masih bisa dikontrak oleh pemerintah Indonesia.

Apabila proses rekrutasi lebih proaktif maka akan semakin banyak pondokan yang bisa disewa dalam satu sektor sehingga sebaran jemaah bisa terkonsentrasi.

"Panja BPIH Komisi VIII DPR RI sudah menetapkan 5 sektor dari 7 sektor yang diusulkan oleh tim Kementerian Agama yaitu Jarwal, Misfalah, , Mahbas Jin, Aziziyah dan Syisyah," kata politisi PKS itu.

Lebih lanjut dikatakan oleh Sodik, lemahnya tim haji Indonesia dalam melakukan bargaining dimata Muassasah dan dimata pemerintah Arab Saudi seperti pengelolaan haji sehingga dalam beberapa hal menambah beban biaya yang seharusnya sudah menjadi beban muassasah.

"Tambahan biaya itu antara lain untuk pengadaan tenda ber-AC, upgrade karpet di Armina dan ketersediaan toilet," kata dia.

Terakhir, adanya disharmoni beberapa data seperti data antara pemerintah Indonesia dengan data yang dimiliki oleh pemerintah Arab Saudi tentang jumlah kloter dan disharmonis beberapa informasi kebijakan pemerintah Arab Saudi seperti kebijakan kontrak jangka panjang dan kewajiban memberi makan jamaah selama di Makkah.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015