Padang (ANTARA News) - Hanya tinggal hitungan hari masyarakat di Sumatera Barat akan memilih pemimpin berupa bupati, wali kota dan gubernur pada pemilu kepala daerah yang akan digelar 9 Desember 2015.

Sebanyak 12 daerah akan menggelar pilkada serentak ditambah pemilihan gubernur Sumbar sebagai ajang memilih kepala daerah secara langsung oleh masyarakat.

13 daerah tersebut antara lain Kabupaten Agam, Pasaman, Pasaman Barat, Limapuluh Kota, Dharmasraya, Solok Selatan, Pesisir Selatan, Sijunjung dan Tanahdatar.

Kemudian Kabupaten Padangpariaman, Kota Bukittinggi, Solok, serta provinsi Sumatera Barat untuk pemilihan Gubernur.

Pada pilkada serentak tersebut terdapat 42 pasang calon yang berjuang merebut hati rakyat untuk menjadi orang nomor satu di wilayah masing-masing.

Meski sempat ada kekhawatiran akan ada calon tunggal, namun akhirnya semua daerah yang melaksanakan pilkada di Sumbar telah memenuhi syarat yaitu terdapat minimal dua pasang calon yang mendaftar.

Menariknya pada sejumlah daerah terjadi pertarungan sengit karena calon yang ada hanya dua pasang seperti di pilkada Gubernur Sumbar, Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Padangpariaman, dan Kabupaten Dharmasraya.

Berbeda dengan pilkada sebelumnya, pada tahun ini pelaksanaan pilkada mengalami beberapa perubahan di antaranya pada awal pendaftaran mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, mengharuskan semua calon yang berstatus anggota legislatif jika hendak maju harus mengundurkan diri.

"Ini membuat sejumlah calon berpikir ulang, mereka yang sedang menjadi anggota legislatif akan mengukur sejauh mana peluang dan jika dirasa tipis tentu akan mengurungkan niat untuk maju," kata Pengamat Politik Universitas Andalas (Unand) Padang Edi Indrizal.

Menurut dia dampak dari putusan ini selain membuat calon lebih ketat dalam menghitung ulang peluang dan memberikan manfaat bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air karena lebih adil bagi seluruh calon.

Kemudian soal aturan kampanye yaitu pasangan calon tidak diberi kewenangan membuat atribut karena semuanya telah disiapkan oleh KPU," kata Ketua KPU Sumbar Amnasmen.

Tidak hanya itu kandidat juga tidak boleh berkampanye di media jika tidak difasilitasi oleh KPU, ujarnya.

Sepi Sosialisasi
Menanggapi aturan baru tersebut sejumlah organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat Kawal Pemilu Kepala Daerah menilai pelaksanaan pilkada di daerah itu minim sosialisasi sehingga tidak semarak di masyarakat.

Pelaksanaan pilkada serentak di Sumbar lesu, tidak terlihat ada kegairahan karena aturan baru yang ditetapkan KPU selaku penyelenggara," kata Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar Kawal Pilkada Firdaus.

Menurut dia karena kegiatan kampanye menjadi tanggung jawab KPU selaku penyelenggara menyebabkan kandidat yang bersaing tidak lagi terlalu proaktif.

Memang KPU harus tunduk pada aturan yang berlaku namun harus tetap mempertimbangkan agar pilkada lebih meriah, ujarnya.

Ia khawatir dengan kondisi ini akan menyebabkan angka partisipasi pemilih menjadi rendah sehingga legalitas pilkada menjadi lemah.

Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar Kawal Pilkada terdiri atas 13 organisasi antara lain Integritas , Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Unand, Walhi Sumbar, Qbar, LP2M, Nurani Perempuan, Lembaga Bantuan Hukum Pers, dan Koalisi Pengembangan Masyarakat Madani.

Lalu, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Sumbar, Jemari Sakato, KIIP Sumbar, AJI Padang dan Rumah Bantuan Hukum.

Firdaus khawatir jika sosialisasi tidak maksimal dikhawatirkan partisipasi pemilih menjadi rendah dan banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih atau golput.

Memang ada beberapa faktor yang menyebabkan golput namun salah satu diantaranya karena tidak tahu tentang pilkada dan tidak kenal dengan calon, ujarnya.

Menjawab hal itu Komisioner KPU Sumbar Divisi Teknis Mufti Syarfie menyampaikan kampanye yang paling efektif adalah melalui tatap muka dan dialog.

Oleh sebab itu, calon tidak perlu memasang baliho dan spanduk terlalu banyak karena telah difasilitasi oleh KPU, ujarnya.

Ia menyampaikan jika pilkada ingin semarak maka kandidat dan tim sukses harus kreatif mencari cara agar tetap dapat bersosialisasi tanpa melanggar aturan.

Partisipasi Pemilih
KPU Sumbar menargetkan partisipasi pemilih pada pemilihan Gubernur Sumatera Barat 9 Desember mendatang mencapai 77,5 persen dari daftar pemilih tetap sebanyak 3.481.086.

Namun Pengamat Politik Unand Asrinaldi menilai hal itu sulit tercapai karena dipengaruhi oleh cara sosialisasi pilkada oleh KPU yang dinilai belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat

"Prediksi saya, paling tinggi hanya 65 persen. Itupun masih sulit tercapai," katanya.

Asrinaldi menjelaskan salah satu penyebab turunnya partisipasi pemilih pada Pilkada tahun ini diantaranya mekanisme sosialisasi dan kampanye yang ditangani KPU menggunakan metode non verbal melalui alat peraga kampanye yang ternyata tidak efektif, karena kenyataannya pesan itu tidak sampai ke masyarakat.

"Terlebih, pada Pilgub kali ini tidak diperkenankan memobilisasi massa dalam kampanye secara terbuka, sehingga masyarakat tidak mengetahui karakter calon," katanya.

Menurut dia, kampanye itu sebenarnya adalah mobilisasi massa. Tapi peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang kampanye Pilkada, tidak mengizinkan pertemuan terbuka. Tinggal pertemuan tertutup saja, itu pun jumlah massa yang hadir terbatas.

Pengamanan Pilkada
Kapolda Sumbar Brigjen Polisi Bambang Sri Herwanto berharap situasi keamanan di daerah itu dapat terjaga selama pelaksanaan pilkada.

"Target saya sederhana selama pilkada, pertama tidak ada asap, tidak ada kaca pecah dan tidak ada darah menetes," kata dia.

Menurut dia, menjaga menjaga situasi tetap aman merupakan tanggung jawab kepolisian di Sumbar selama pelaksanaan pilkada.

Ini komitmen, gampang diucap dan diingat tapi sulit mewujudkan tanpa ada dukungan dari seluruh masyarakat, ujar dia.

Ia mengatakan Polisi tanpa dukungan masyarakat bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa karena itu perlu ada kerja sama.

Kapolda menilai potensi kerawanan dan konflik saat Pilkada terdapat pada lima daerah yang ada di karena hanya diikuti dua pasang calon.

Dibandingkan daerah yang diikuti tiga pasang calon atau lebih, pada daerah yang terjadi "head to head" (satu lawan satu) potensi kerawanan lebih tinggi, kata dia.

Menurut Bambang pada Pilkada pasangan calon yang maju adalah penduduk setempat yang sudah dikenal masyarakat dan tahu karakteristik setempat.

Oleh sebab itu calon harus memobilisasi masyarakat dengan memberikan pendidikan politik yang baik, ujar dia.

Ia mengatakan tim sukses dan mesin politik sangat berperan memberikan pendidikan politik yang baik pada masyarakat.

"Masyarakat jangan dikotak-kotakkan pendukung calon A atau B, kasihan selama ini sudah rukun tapi dipecah akibat minta dukungan kepentingan politik sesaat," kata dia.

(T.I030/B/A041/A041)

Oleh Ikhwan Wahyudi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015