Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik meminta majelis hakim membebaskannya dari hukuman saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.

"Di pengadilan ini saya membela diri, saya menggugat ketidakadilan dan saya minta dibebaskan," kata Jero, yang memutarkan lagu "Jangan Menyerah" dari D'Masiv pada awal pledoi dan menyanyikan penggalan lagu "Indonesia Pusaka" setelah membacakan pembelaan pribadi setebal 107 halaman.

Jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama sembilan tahun dan denda Rp350 juta subsider empat bulan kurungan serta mewajibkan dia membayar uang pengganti Rp18,79 miliar subsider empat tahun kurungan karena menyalahgunakan dana operasional menteri (DOM) selama menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta Meneri ESDM.

"Saya memohon kepada majelis hakim agar tuntutan sembilan tahun dibatalkan dan uang pengganti Rp18,7 miliar juga dibatalkan," katanya.

Ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada istri dan anak-anaknya.

"Selama 10 tahun papa menomorduakan kalian, setiap anak saya minta libur, saya tidak pernah cuti. Saya minta maaf anak dan istri karena papa mengabdi sepenuhnya dan setelah bebas tugas papa di tahanan. Akhirnya seluruh nasib saya dalam proses hukum ini saya serahkan kepada yang mulia majelis hakim," katanya.

Dalam pembelaannya, Jero membantah semua dakwaan yang ditujukan kepadanya, termasuk dakwaan memperkaya diri dengan dana Rp7,3 miliar dan keluarganya dengan dana Rp1,07 miliar yang berasal dari dana operasional menteri selama menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2004-2011.

Jero juga membantah dakwaan bahwa dia memeras anak buahnya di Kementerian ESDM untuk memperbanyak DOM di Kementerian ESDM dari Rp120 juta per bulan menjadi Rp300 juta per bulan seperti di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sehingga memperkaya dia hingga Rp10,3 miliar.

"Pemerasan menyangkut karakter, kegiatan saya tukang peras? Bisa dicek karakter itu dalam track record saya," katanya.

"Di Bali misalnya, di pura, di Kintamani saya kecil sampai lulus SMA, apakah Jero Wacik suka meras waktu SMA-nya? Kemudian di ITB saat saya pernah menjadi ketua Senat? Dan kepada ribuan pegawai Astra tempat saya bekerja selama 15 tahun, apakah saya suka memeras?" kata dia.

Menurut Jero, mantan Sekretaris Jenderal ESDM Waryono Karno lah yang meminta kickback sejak awal 2010 dan untuk menutupi permintaan tersebut maka melemparkan tanggung jawab ke Jero Wacik.

"Sudah masuk dulu kickback Rp15 miliar, sejak awal 2010. Jadi apa bisa saya perintahan Sekjen ESDM di awal 2010 tapi saya dilantik 19 Oktober 2011 saat ressuffle kabinet? Jadi tuduhan memaksa bawahan sudah gugur. Saya tidak pernah menyuruh menyamakan DOM ESDM dan DOM Kemenbudpar, saya tidak bisa dan tidak pernah mau melanggar aturan," katanya.

Jero pun membantah dakwaan bahwa dia menerima Rp349 juta dari komisaris utama grup perusahaan PT Trinergi Mandiri Internasional yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Herman Afif Kusumo untuk membayari perayaan ulang tahunnya pada 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa.

"Kesaksian Wapres Pak Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa itu bukan acara ulang tahun, tapi peluncuran buku 100 tokoh. Pak Wapres juga hadir dan menulis di buku itu. Saya tidak tahu apa-apa tentang acara, saya tidak urusi," katanya.

"Dan saya sebagai chairman board of advisor diberikan hak untuk menggunakan fasilitas Dharmawangksa secara cuma-cuma, mungkin owner hotel lupa untuk menyampaikan itu ke bawahannya sehingga saya minta tuntutan berdasarkan Pasal 11 tidak terbukti," tambah Jero.

Selain menyampaikan pledoi tertulis, Jero juga melampirkan sejumlah pernyataan tertulis beberapa mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan II seperti Alwi Shihab, Roy Suryo, Amir Syamsuddin ditambah tanda tangan lebih dari 600 warga Bali teman-temannya di Bali.

"Mereka mohon saya dibebaskan agar bisa kembali bekerja di pura," tambah Jero.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016