Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan KPK menunda penjelasan mengenai status penyelidikan pembelian tanah Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta seluas 3,64 hektare hingga Rabu (15/6).

"Kami akan jelaskan besok pagi karena pertanyaan yang detail maka kami akan berikan jawaban yang detail. Malam ini kami langsung ke kantor, buka di kantor sekalian persiapkan menjawab besok. Akan ada beberapa hal catatan terhadap apa yang disampaikan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif usai melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR Jakarta, Selasa.

Dalam RPD yang berlangsung selama sekitar lima jam itu, 9 dari 10 fraksi di Komisi III mencecar lima orang pimpinan KPK mengenai status penyelidikan pembelian lahan RS Sumber Waras.

Ketua KPK Agus Rahardjo saat jeda RDP mengatakan kepada wartawan bahwa KPK tidak menemukan perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta saat membeli lahan tersebut.

"Belum komplit (penjelasannya), jadi besok itu kami akan mengeluarkan jawaban resmi kami atas pertanyaan yang disampaikan tadi. Tadi itu muncul yang sepotong-potong. Apa alasan KPK belum meningkatkan satu, dua, semuanya termasuk permasalahan hukum di dalamnya. Apa debat di KPK antara penyelidik dan penuntut. Jadi dilihat besok itu lebih komprehensif," tambah Laode.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan bahwa penyelidikan kasus tersebut tidak berhenti.

"Ya, (penyelidikan) belum (dihentikan) kan kita masih undang instansi," kata Agus.

Sedangkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjalaskan bahwa KPK sangat berhati-hati untuk meningkatkan status suatu perkara dari penyelidikan ke penyidikan.

"Kita sangat berhati-hati sekali dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, sangat hati-hati. Unsur perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendir atau orang lain kan itu harus dibuktikan, dalam penyidikan semua unsur itu harus ada. Kita harus yakin ketika maju ke persidangan," kata Alex.

Namun Alex juga enggan mengungkapkan alasan keyakinan KPK bahwa KPK tidak menemukan niat jahat (mens rea) dalam penyelidikan tersebut sehingga sampai pada kesimpulan tidak ada tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras tersebut.

"Kita sudah kaji semua berdasar data, besoklah keterangan selebihnya besok kita sampaikan secara gamblang lugas, sehingga semua bisa memahami, kita juga tidak main-main melakukan penyelidikan itu," tambah Alex.

Sebelumnya, kesimpulan sementara KPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektare itu berbeda dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan DKI Jakarta 2014, yang menyatakan pembelian tanah itu berindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp191,3 miliar karena harga pembelian pemprov DKI terlalu mahal.

BPK mengacu pada harga pembelian PT Ciputra Karya Utama (CKU) kepada Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tahun 2013 sebesar Rp564,3 miliar. CKU kemudian membatalkan pembelian lahan itu karena peruntukan tanah tidak bisa diubah untuk kepentingan komersial.

Dalam LHP, antara lain BPK merekomendasikan agar pemprov menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selama 10 tahun sejak 1994-2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.

Selain itu, BPK juga merekomendasikan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok agar memberikan sanksi kepada Tim Pembelian Tanah yang dinilai tidak cermat dan tidak teliti memeriksa lokasi tanah berdasarkan Zona Nilai Tanah.

Sampai saat ini laporan korupsi RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan dengan memanggil lebih dari 33 orang untuk dilakukan permintaan keterangan.

Ahok menilai bahwa pemprov DKI Jakarta membeli lahan di Jalan Kyai Tapa 1 Grogol Jakarta Barat itu karena Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pada 2014 adalah sebesar Rp20,7 juta per meter persegi, sehingga pemprov DKI Jakarta diuntungkan karena pemilik lahan menjual dengan harga NJOP sehingga total harganya Rp755,6 miliar sedangkan pada harga pasar, nilainya lebih tinggi.

Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016