Muara Teweh (ANTARA News) - Kapal Onrust milik Kerajaan Belanda yang tenggelam dalam Perang Barito pada 26 Desember 1859 titik koordinat lokasi karamnya di Sungai Barito, Lalutung Tour, Kecamatan Teweh Tengah, Kabupaten Barito Utara (Barut), Kalimantan Tengah (Kalteng) kini diketahui. "Dari hasil survey tim arkeologi itu secara fisik kapal Onrust memang benar ada, meski hampir semua fisik kapal sudah terendam lumpur," kata pihak Kebudayaan Pariwisata Informasi dan Komunikasi Barut, Romansjah Bagan, di Muara Teweh, Jumat. Ditemukannya posisi koordinat secara astronomis bangkai kapal Onrust di Sungai Barito itu berdasarkan hasil survei Tim Balai Arkeologi Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), pada September 2006, yakni berada pada Lintang Selatan (LS) 00. 56 derajat 57.4 detik dan Bujur Timur 114 52derajat 32.7 detik atau sekitar 2,2 kilometer arah hilir atau selatan kota Muara Teweh. Penelitian situs bangkai kapal Onrust itu dilakukan dengan penyelaman yang dikenal dengan istilah "Underwater Archaeology" oleh tim arkeologi sebanyak lima orang ini diketuai Drs H. Gunadi MHum dengan anggota seorang arkeolog bawah air, Drs Lucas Patanda Kustoro DEA, dari Balai Arkeologi Medan, Sumatera Utara. Selain itu, dua orang ahli penyelam dari Balai Pelestarian Peningggalan Purbakala Makasar, Sulawesi Selatan, yakni Drs Albertinus Kaligis dan Ardiansyah juga terlibat dalam penelitian. Survei arkeologi bawah air di Sungai Barito ini, kata Romansjah, untuk mencari kedudukan dan lokasi secara pasti, serta koordinat dari bangkai kapal Onrust yang tenggelam pada akhir abad XIX dalam pertempuran rakyat dipimpin pejuang Barito, Tumenggung Surapati melawan Belanda. Menurut dia, tenggelamnya kapal yang secara fisik, terutama badan kapal yang terbuat dari plat dan baja, itu masih cukup baik, karena proses karatannya tidak terlalu parah. Hal itu, dinilainya, berbeda dengan kapal-kapal besi yang tenggelam di perairan laut, karena lebih mudah mengalami karatan. Meski ada kerusakan, ia mengemukakan, kerusakan yang terjadi disebabkan hal yang bersifat mekanis, seperti terjangan kayu-kayu besar, lumpur pasir dan batuan yang terbawa arus sungai. Apalagi, lokasi tenggelamnya kapal itu berada di tikungan sungai berarus deras. "Jadi, secara fisik secara umum dilaporkan tim arkeologi itu masih cukup kuat, karena proses korosi tidak terlalu parah, sehingga masih memungkinkan diangkat ke permukaan," katanya, didampingi Kepala Bidang Kebudayaan Barut, Drs Samsul Bahri. Dari hasil surve dan menghimpun sejumlah nara sumber dari warga setempat, ia mengemukakan, fisik kapal pecah menjadi dua bagian dan pada posisi yang diketahui koordinatnya itu merupakan bagian haluan hingga badan kapal ke belakang sepanjang 18.40 meter. Sedangkan, bagian lainnya sekitar 300 meter arah hilir dari titik kapal yang ditemukan itu. Sementara itu, Bupati Barut, Ir H. Achmad Yuliansyah, mengatakan bahwa pihaknya sejak beberapa tahun lalu sudah mempunyai rencana untuk mengangkat bangkai kapal itu ke daratan guna dijadikan monumen cagar budaya. Monumen yang dilengkapi relief perang Barito dan perang Banjar di wilayah pedalaman Kalteng ini guna diketahui generasi muda tentang nilai-nilai perjuangan dan nilai kesatuan dan persatuan antar etnis yang terbentuk sejak sebelum kemerdekaan, katanya. "Upaya pengangkatan kapal ini hanya bisa dilakukan pada saat sungai Barito surut pada musim kemarau panjang," ujarnya. Sementara itu, berdasarkan data dari Museum Perkapalan Belanda (Scheepvaart Museum Amsterdam) disebutkan kapal Onrust merupakan kapal uap Belanda yang dibuat pada tanggal 15 September 1845 dengan panjang 24 meter, lebar empat meter dan luas kapal di dalam air 1,15 meter dengan daya mesin uap 70 tenaga kuda (PK). Kapal itu bermesin uap dilengkapi persenjataan meriam pelempar peluru seberat 24 pond dan enam senapan mesin yang berputar (gatling gun Amerika) itu dibawa ke Indonesia tahun 1846. Sebelum ditenggelamkan dalam perang Barito oleh perjuangan rakyat dipimpin Tumenggung Surapati, yang pejuang tangan kanan Pangeran Antasari, pada 26 Desember 1859, kapal tersebut sempat berlabuh di pelabuhan Telawang Banjarmasin pada 1859. Pada peristiwa berdarah itu menewaskan Letnan Bangaert C bersama 50 serdadu marinir dan 43 anak buah kapal Onrust yang ikut tenggelam setelah salah seorang pejuang membuka keran air di ruang palka, hingga kapal Onrust tenggelam. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007