Jakarta (ANTARA News) - Ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Faisal Basri, berharap pemerintah bisa menaikan harga rokok karena dinilai efektif untuk menghentikan laju pertumbuhan perokok usia muda di Indonesia.

"Sudah lah itu harga rokok dinaikan saja, supaya perokok kapok. Kasihan yang muda-muda ini jadi ikut merokok," ujar Faisal saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Meski pun pemerintah secara resmi belum mewacanakan kenaikan harga rokok, namun Faisal mendukung penuh langkah tersebut jika benar-benar diwujudkan sebagai bentuk ketegasan negara terhadap perlindungan generasi muda.

Selain itu, relawan Penggerak Nusantara CISDI, Fajri Azhari, juga menyetujui wacana kenaikan harga rokok di Indonesia.

Dia berpendapat, pertumbuhan perokok usia muda di Indonesia sudah sangat memprihatinkan namun kenyataan tersebut tetap dianggap sebelah mata oleh masyarakat.

"Kami sangat setuju kalau pemerintah menaikan harga rokok, sudah saatnya pemerintah tegas," ujar Fajri dalam sebuah agenda di Jakarta.

Sebagai gambaran, sebanyak 74 persen pria di Indonesia telah menjadi perokok dan menjadi negara yang memiliki jumlah perokok pria terbanyak di dunia.

Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Pengendalian Kemiskinan (TNP2K), Bambang Widianto, memaparkan proporsi perokok pada tahun 2013 didominasi usia muda yaitu 15-19 tahun sebanyak sebanyak 55,4 persen.

Berdasarkan pengamatan yang dia lakukan, diketahui jumlah perokok di usia tersebut terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

"Menurut saya ini adalah cara jahat dari industri rokok yang sengaja mencari pasar melalui umur ini," ujarnya menegaskan.

Selain itu, ditemukan juga fakta bahwa konsumsi rokok berada di urutan terbesar kedua setelah beras, bahkan ada indikasi masyarakat akan mengurangi konsumsi barang kebutuhan lain demi mengimbangi rokok.

Oleh sebab itu, dengan adanya kenaikan harga rokok maka diharapkan para perokok mampu memprioritaskan pengeluaran mereka kepada kebutuhan primer dan lainnya, pungkas Bambang.

Pewarta: Roy Rosa Bahtiar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016