Maumere, Flores (ANTARA News) - Aparat Polres Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), berhasil mengamankan 20,5 kubik kayu yang diduga ilegal sejak tiga bulan terakhir, kayu-kayu yang disita itu ditangkap saat diangkut dengan menggunakan truk menuju Kota Maumere, ibukota Kabupaten Sikka. Kapolres Sikka AKBP, Drs Endang Syafruddin, yang didampingi Kepala Unit III Reskrim Aiptu Sipri Raja yang ditemui, Jumat menjelaskan, kayu-kayu yang di sita itu, tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dan ditebang dari kawasan hutan terlarang. Kayu yang diduga ilegal itu terkahir yang disita disita adalah milik Florianus Legeng sebanyak 1,5 kubik pada Kamis (17/5). Kayu itu diangkut dengan truk dari Waigete menuju Maumere. Sebelumnya, polisi menyita 5 kubik kayu milik Lukas Laro, Warga Desa Egon, Kecamatan Waigete. Kayu lainnya adalah milik Romanus Mbomba, warga Desa Mbomba, Kecamatan Paga sebanyak 4 kubik, dan 11 kubik lainnya milik warga warga Kewapante. Syafruddin mengatakan, para pemilik kayu-kayu bermasalah itu kini menjalani proses hukum karena melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Dalam penyidikan kasus-kasus itu, aparat Polres Sikka juga meminta keterangan ahli dari staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sikka. Khusus penangangan kasus kayu ilegal, pihaknya sudah melakukan kerja sama Dinas dimaksud karena mereka yang berwenang menerbitkan SKSHH. Syafruddin menambahkan, mengenai penanganan kayu ilegal pihaknya telah melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pangkalan Laut Maumere, dan KP3 Laut, dan Satuan Polisi Pamong Praja. Rapar ini difasilitasi Komisi C DPRD Sikka. Dalam pertemuan itu telah disepakati penanganan masalah kayu ilegal diserahkan penanganannya kepada penyidik Polres Sikka. Hal mana juga sesuai dengan kesepakatan Kapolri dengan Menteri Kehutanan untuk memberantas illegal loging (pembalakan liar). Kondisi ini, katanya, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana penyidikan atas kayu-kayu bermasalah ditangani penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan polisi kehutanan yang berada di bawah Dinas Kehutanan. Biasanya kayu-kayu yang ditangkap langsung diserahkan ke Dinas kehutanan. Dengan adanya koordinasi, itu tidak ada lagi kesalapahaman soal kewenangan antarinstansi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007