Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perindustrian mengusulkan pemberlakuan satu tarif (flat) bea keluar untuk biji kakao menjadi 15 persen guna memberikan jaminan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan kakao nasional. 

Saat ini pajak ekspor yang diterapkan terhadap komoditi tersebut bersifat progresif sekitar 0-15 persen tergantung harga biji kakao dunia.
 
"Kami juga berharap, dengan tarif flat dapat menjaga keseimbangan antara pajak yang dikenakan atas transaksi lokal maupun ekspor. Usulan ini akan kami bahas dengan Kementerian Keuangan," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.

Airlangga menyampaikan hal tersebut pada pembukaan pameran dalam rangka memperingati Hari Kakao Indonesia (Cocoa Day) ke-6 di Jakarta.
 
Airlangga meyakini, upaya tersebut mampu memacu produktivitas industri pengolahan kakao nasional. Hal ini sejalan dengan program pemerintah mendorong hilirisasi industri berbasis agro supaya semakin meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. 

"Produk yang dihasilkan dari industri pengolahan kakao, antara lain cocoa cake, cocoa butter, cocoa liquor dan cocoa powder yang merupakan bahan baku pembuatan produk cokelat," sebutnya.
 
Kemenperin mencatat, pada tahun 2016, nilai ekspor produk  cocoa cake sebesar 155,2 juta dollar AS, cocoa butter 697,9 juta dollar AS, dan cocoa liquor 89,6 juta dollar AS. 

"Sementara itu, nilai ekspor cocoa powder  mengalami kenaikan 31,8 persen dari tahun 2015 sebesar 124,3 juta dollar AS menjadi 163,9 juta dollar AS pada 2016," ungkap Airlangga.
 
Menurutnya, Indonesia berpotensi besar memiliki industri pengolahan kakao yang berdaya saing global, mengingat sebagai produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. 

Saat ini, telah berdiri sebanyak 20 perusahaan pengolahan kakao di dalam negeri dengan kapasitas produksi mencapai 800 ribu ton per tahun.
 
Untuk mendukung tujuan tersebut, lanjut Airlangga, pihaknya telah memfasilitasi pembentukan unit-unit pengolahan industri kakao yang dapat menumbuhkan wirausaha baru skala kecil dan menengah. Selain itu, pelaksanaan program bantuan mesin dan peralatan pengolahan kakao.
 
"Bahkan, kami juga telah membangun Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu di Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada dan Pemerintah Kabupaten Batang," paparnya.
 
Pusat Kompetensi itu diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan di sektor kakao sebagai tempat uji kompetensi sumber daya manusia di bidang produksi kakao, wahana pembelajaran yang berbasis riset dan inovasi, serta mendorong petani kakao untuk dapat meningkatkaan kualitas dan produktivitasnya.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017