Jakarta (ANTARA News) - Data statistik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementan tahun 2014 menunjukkan 57,67% dari produksi bunga potong didominasi bunga krisan.� Dari data tersebut, Jawa Barat merupakan penghasil krisan terbesar yakni sekitar 48,98% dari total produksi krisan nasional.

Siaran pers Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian menyebutkan, permasalahan umum yang terjadi adalah ketersediaan benih yang berkualitas.

Bagi petani krisan, yang dimaksud dengan berkualitas tidak semata bentuk dan warna bunga namun juga mampu menghasilkan produksi tinggi dan ketahanan hama dan penyakit.

Benih krisan yang diusahakan merupakan benih import yang tentunya mahal bagi petani. Jika dipakai berulang, produksi menurun dan rentan hama dan penyakit.

"Dulu, petani di sini adalah petani sayur, namun kurang menguntungkan karena luasan lahan yang sempit, petani kemudian beralih menjadi petani bunga krisan, apa lagi lingkungan sangat mendukung," tutur Andi Burdah Zawahir, petani krisan dari Cianjur, Jawa barat, seperti dikutip dari siaran pers Balitbangtan.

"Namun, benih import yang digunakan, lama kelamaan semakin mudah terserang hama dan penyakit, sehingga petani merugi," lanjutnya.

Hasil analisis usahatani pada Andi memang menunjukkan keuntungan yang cukup tinggi. Untuk luasan 600 m2 saja, Andi dapat meraup keuntungan sebesar Rp. 7,7 juta per musim tanam, bahkan sudah termasuk pengurangan keuntungan untuk modal membangun green house.

Pada tahun 2016, Balitbangtan melakukan penjaringan tenant atau binaan melalui kegiatan Inkubator Teknologi Balitbangtan. Salah satu teknologi yang ditawarkan adalah teknologi varietas dari berbagai jenis komoditas termasuk varietas krisan. Andi tertarik untuk ikut serta dan pada akhirnya terpilih untuk menjadi tenant.

Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Balitbangtan, selaku penghasil teknologi melakukan pembinaan kepada Andi secara materi dan praktik.

Ada delapan jenis varietas krisan yang siap bersaing dengan produk bunga hasil benih import. Bukannya tanpa sebab keyakinan tersebut karena pada saat memilih varietas yang terbaik, Andi membawa serta pedagang bunga untuk menilai krisan mana yang nantinya dapat bersaing di pasaran.

Dari segi ragam warna, kesempurnaan kuntum, dan hasil produksi, teknologi krisan dari Balithi juga menawarkan varietas yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Delapan varietas hasil pemuliaan Dr. Liauw Lia Sanjaya yang dikembangkan Andi bernama Yulimar, Marimar, Marina, Hartuti Agrihort, Suciyono, Sinta Nuriyah Agrihort, Haryanti Agrihort dan Jayanti. Andi akan memulai menangkar satu persatu dari varietas tersebut seiring dengan kesiapan Andi sendiri dari segi ketersediaan fasilitas pendukung.

Andi berkomitmen akan bergerak sebagai petani penangkar untuk menjawab permasalahan perbenihan krisan di daerahnya.

Sejalan dengan Andi, Kepala Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, Dr. Ir. Retno Sri Hartati Mulyandari, M.Si sepakat bahwa sudah saatnya teknologi anak negeri menguasai pasar sendiri.

"Dengan menjadi penangkar akan mendukung penyebarluasan teknologi dan tentunya secara khusus dapat menjadi solusi permasalahan petani krisan," katanya. (MP).

Pewarta: System
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017