Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta otoritas imigrasi mencegah bepergian ke luar negeri terhadap lima saksi kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang melibatkan Bupati Nganjuk nonaktif Taufiqurrahman.

"Untuk kepentingan pemeriksaan di penyidikan atas perkara gratifikasi ini, KPK telah mencegah bepergian ke luar selama enam bulan sejak 27 Oktober 2017 sampai 27 April 2018 terhadap lima saksi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Lima saksi itu antara lain Ita Triwibawati istri dari Taufiqurrahman yang juga Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang, Nurrosyid Hussein Hidayat yang merupakan PNS pada Pemerintah Kabupaten Nganjuk Bagian Protokoler Sekretariat Daerah Kabupaten Nganjuk ditugaskan sebagai ajudan Bupati Nganjuk, Kepala Desa Sidoarjo Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk Syaiful Anam, PNS Pemerintah Kabupaten Nganjuk Sekar Fatmadani, dan Achmad Afif alias Didik dari pihak swasta.

KPK baru saja menetapkan Taufiqurrahman sebagai tersangka gratifikasi pada Jumat (15/12).

Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan Taufiqurrahman sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.

KPK menduga Taufiqurrahman menerima gratifikasi sekitar Rp2 miliar dari dua rekanan kontraktor di Kabupaten Nganjuk masing-masing sebesar Rp1 miliar terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Nganjuk tahun 2015.

"Selain itu juga diduga menerima dari pemberian-pemberian lainnya terkait mutasi, promosi jabatan di lingkungan Kabupaten Nganjuk sebelumnya dan "fee-fee" proyek di Kabupaten Nganjuk tahun 2016-2017," kata Febri.

Taufiqurrahman disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima tersangka kasus tindak pidana korupsi suap terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.

Lima tersangka itu, yakni Bupati Nganjuk nonaktif Taufiqurrahman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar, Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto, dan Kepala Bagian Umum RSUD Kabupaten Nganjuk Mokhammad Bisri.

Diduga sebagai penerima pada kasus itu, yakni Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, dan Suwandi.

Sementara diduga sebagai pemberi, yakni Mokhammad Bisri dan Harjanto.

Diduga, pemberian uang kepada Taufiqurrahman melalui beberapa orang kepercayaan Bupati terkait perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.

Total uang yang diamankan sebagai barang bukti senilai Rp298.020.000 yang berasal dari Ibnu Hajar sejumlah Rp149.120.000 dan Suwandi sejumlah Rp148.900.000.

Sebagai pihak pemberi Mokhammad Bisri dan Harjanto disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan sebagai pihak penerima Taufiqurrahman, Ibnu Hajar, dan Suwandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal?55 ayat?(1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017