Jakarta (ANTARA News) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Riant Nugroho mengatakan DPR harus segera memprioritaskan pembahasan rancangan undang-undang pengendalian obat dan makanan (RUU POM).

Lahirnya UU itu membuat masyarakat mendapat jaminan kepastian hukum atas produk obat dan makanan yang beredar di pasar Indonesia, katanya.

Dengan adanya UU POM pada hakikatnya untuk memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga dapat melakukan pengawasan sejak dari hulu hingga ke hilir, ujar Riant kepada wartawan di Jakarta, Minggu.

Sebelumnya, ada viral surat dari Balai Besar POM di Mataram kepada Balai POM di Palangka Raya tentang Hasil Pengujian Sampel Uji Rujuk Suplemen Makanan Viostin DS dan Enzyplex tablet.

Badan POM RI akhirnya menginstruksikan PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan/atau distribusi produk tersebut.

"DPR harusnya mengapresiasi hasil temuan BPOM tersebut," ujarnya.

Persoalannya selama ini izin peredaran produk kesehatan adalah melalui Kementerian Kesehatan, sedangkan BPOM hanya berwenang dalam hal pengawasan.

"Sehingga BPOM sama sekali tidak mempunyai kewenangan memberikan sanksi," ujar dia.

Dia mengatakan dengan adanya UU POM di masa depan, maka Kemenkes nanti bertindak sebagai regulator saja dan BPOM sebagai operator yang mengendalikan peredaran obat dan makanan di masyarakat.

Terlebih, kata dia, RUU POM pernah diajukan oleh Presiden Jokowi ke DPR untuk segera diprioritaskan pembahasannya. Sebab masalah krusial persoalan obat dan makanan selain bahan baku produksi, juga perlu memperhatikan aspek keagamaan seperti halal atau tidaknya yang berada di bawah MUI/Kementerian Agama.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018