Saya minta tolong ke Pak Nov, 'Pak, Bapak ketua fraksi, saya sangat senior, saya mohon betul jadi ketua di Komisi III...
Jakarta (ANTARA News) - Politikus Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengaku pernah minta jabatan ke Setya Novanto ketika dia menjabat sebagai Ketua DPR.

"Karena saya berharap ingin jadi pimpinan, tapi ternyata yang didapat jadi pengurus partai pun tidak, pengurus apapun tidak. Sudahlah saya (di)beri jabatan Ketua Komisi III, saya minta pertolongan, yang ada saya malah jadi anggota Komisi II," kata Agun mengungkap permintaannya kepada Setya Novanto ketika bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.

Agun menjadi saksi untuk mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Setya Novanto, menjadi terdakwa perkara korupsi dalam pengadan KTP elektronik yang merugikan keuangan negara sampai Rp2,3 triliun.

Agun, yang menjadi anggota DPR sejak 1997, mengaku belum pernah menduduki jabatan pimpinan di DPR maupun di partai setelah kepemimpinan Akbar Tanjung.

"Saya zaman Pak Akbar Tanjung wakil ketua fraksi, punya jabatan, begitu masuk Pak Jusuf Kalla enggak punya apa-apa, caleg pun nomor 4. Masuk lagi Aburizal Bakrie sebagai senior saya minta tolong ke Pak Nov, 'Pak, Bapak ketua fraksi, saya sangat senior, saya mohon betul jadi ketua di Komisi III," jelas Agun.

"Jadi saya memang tidak terlalu berperan (untuk KTP-e). Saya ingin ungkapkan itu," kata Agun, yang saat ini menjadi Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang Hak dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun, sebagai Ketua Komisi II sejak Januari 2012, Agun dititipi pesan oleh Setya Novanto mengenai pengadaan KTP-e.

"Pak Nov hanya menyampaikan singkat, mengapresiasi pengadaan KTP-e, hanya dikatakan agar tetap dikontrol, diawasi, jangan anggota DPR cawe-cawe dan sebagainya, supaya proyek ini sukses, dan memang kita keras fungsi pengawasan," jelas Agun.

"Memang biasa cawe-cawe?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ahmad Burhanuddin.

"Waktu Irman tersangka di Kejaksaan Agung sudah dari awal ramai, jadi saya tangkap perintah itu, agar DPR jangan cawe-cawe masuk ke areal-areal di luar fungsi pengawasan itu, jadi harus sesuai dengan aturan," tegas Agun.

Agun dalam sidang juga mengaku sempat bertemu dengan pengusaha Andi Narongong, yang sudah divonis delapan tahun penjara dalam perkara yang sama.

"Pernah sekali di lantai 12 bertemu, di ruangan fraksi partai Golkar karena hari itu hari Jumat, hari fraksi terbuka bagi siapapun untuk makan siang dan silaturahmi, biasa Jumat kalau fraksi kumpul, ngobrol, makan siang," jelas Agun.

Tapi Agun mengaku tidak tahu siapa yang mengundang Andi Narogong.

"Yang datang ke sana kadang temannya A, temannya B, saya kadang bawa teman karena ada fasilitas makan itu, tapi saya tidak tahu Andi yang mengerjakan KTP-e," ungkap Agun.

Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-e. Dia menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo mau pun Made Oka Masagung, rekannya yang juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura.

Sedangkan jam tangan dia terima dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena telah membantu memperlancar proses penganggaran.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018