... agar bisa menjadi pedoman, Agar bisa menjadi pedoman, tolok ukur dan petunjuk arah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pendidikan secara nasional...
Jakarta (ANTARA News)- Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI), Heru Purnomo, mengatakan, sudah waktunya bagi pemerintah untuk membuat cetak biru pendidikan secara nasional yang melibatkan seluruh komponen pendidikan.

"Cetak biru pendidikan nasional sangat mendesak. Tujuannya agar bisa menjadi pedoman, Agar bisa menjadi pedoman, tolok ukur dan petunjuk arah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan pendidikan secara nasional," ujar Heru di Jakarta, Rabu.

Mlelaui cetak biru pendidikan tersebut, pembangunan pendidikan nasional tak lagi dilakukan secara parsial dan sporadis tetapi lebih terencana, komprehensif dan melibatkan semua pihak.

Dalam rangka peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh setiap 2 Mei, Heru juga meminta pemerintah untuk Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) maupun Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang tak bermutu, agar guru yang dihasilkan pun berkompeten.

"Kurikulum di LPTK mesti disesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Begitu juga dengan kurikulum yang memuat pendidikan ramah anak dan kemampuan berpikir kritis," tambah dia.

Heru juga menambahkan guru mesti dibekali dengan pendidikan ramah anak, memahami UU Perlindungan Anak dan guru mesti dibekali kompetensi sosial dan kepribadian yang matang.

Menurut dia, sudah waktunya dibuat peraturan setingkat Perpres mengenai perlindungan guru di sekolah. Kemudian peraturan setingkat tentang Penanganan kekerasan di sekolah.

"Untuk guru honorer adalah persoalan mendesak segera dipenuhi. Solusi yang bisa dilakukan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan guru, memberikan insentif bulanan bahkan mengangkat mereka menjadi pegawai negeri sipil, sesuai kualifikasi dan peraturan," imbuh dia.

FSGI menambahkan masih banyak guru yang statusnya honorer, dengan honor sebesar Rp35.000 per bulan, seperti yang dialami Imron Husain seorang guru dari Sumenep, Madura. Begitu nasib seorang guru dari NTB yang mendapatkan honor sebesar Rp50.000 per bulan. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru honorer.

Pewarta: Indriani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018