Vientiane, Laos (ANTARA News) - Pengusaha Indonesia berpotensi mendapatkan kesempatan untuk mengolah hasil kayu gelondongan Laos, dari pemerintah negara tersebut, kata Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Laos, Wishnu Krisnamurthi.

"Sekjen HIMKI (Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia) akan datang ke sini untuk membahas hal ini dengan Laos," kata Wishnu Krishnamurthi setelah pembukaan Pameran UKM di Vientiane Center, Laos, Sabtu.

Menurut Wishnu, Laos memiliki dua sektor yang dapat digarap oleh pengusaha Indonesia yaitu di bidang pertambangan dan pertanian-kehutanan.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintahan Laos telah membuka diri agar berbagai investasi dari negara lain termasuk investor dari Republik Indonesia, dan pengusaha di Tanah Air diharapkan dapat benar-benar mengoptimalkan hal tersebut.

"Kami membuat acara Planetarium & SME`s Fair, 5-7 Mei, untuk memperkenalkan produk-produk Indonesia kepada Laos, dan agar ada interaksi secara langsung antara pengusaha dari sini (Laos) dan pengusaha dari Indonesia," kata Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Laos, A. Firman Arif W Soepalal, di Vientiane, Laos, Jumat.

Menurut Soepalal, acara yang bakal diselenggarakan di Vientiane Center (salah satu mal utama di Laos), adalah juga dalam rangka agar pengusaha Indonesia menyadari bahwa terdapat banyak peluang perekonomian yang bisa digarap di Laos.

Dia mengakui bahwa selama ini masih sangat sedikit pengusaha dalam negeri Indonesia yang mau menanamkan saham atau membangun pabrik di negara Laos yang tidak memiliki garis pantai tersebut.

"Kita harus mau mengubah `mindset` (pola pikir) bahwa Laos adalah negara tertinggal karena banyak potensinya," katanya dan mengingatkan bahwa Laos sebentar lagi akan bertransisi menjadi negara berkembang.

Ia juga mengingatkan bahwa Menteri Luar Negeri Laos beberapa kali menyatakn bahwa masih banyak bentuk kerja sama yang bisa dieksplorasi kedua belah pihak.

Sebelumnya, Uni Eropa (UE) dan Perhimpunan Bangsa Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) fokus untuk menerapkan dua program kerja sama E-READI dan ARISE Plus pada sejumlah negara-negara kawasan Indochina yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

"Program kerja sama tersebut sebenarnya diperuntukkan 10 negara anggota ASEAN, tetapi pasar di Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam dianggap butuh dukungan khusus karena masih kurang berkembang dibanding yang lain," kata Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN Francisco Fontan Pardo, dalam jumpa pers di kantor Sekretariat ASEAN, Jakarta, Selasa (17/4).

Selepas peluncuran E-READI dan ARISE Plus, Fontan menerangkan bahwa dua inisiatif tersebut merupakan bentuk dukungan Uni Eropa untuk pembentukan pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025.

Terkait dengan ekspor mebel, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menargetkan nilai ekspor mebel pada tahun ini tumbuh hingga mencapai 2 miliar dolar Amerika Serikat (AS).

"Angka ini tumbuh dibandingkan tahun lalu yang mencapai 1.525.902.186 dolar AS," kata Kepala Bidang Industri Agro Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah Listyati Purnama di Solo, Kamis (3/5).

Listyati Purnama mengatakan dari angka tersebut rincian total ekspor tersebut yaitu terdiri dari nilai ekspor kayu olahan sebesar 893.579.118 dolar AS dan nilai ekspor mebel sebesar 632.323.068 dolar AS.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018