Jakarta (ANTARA News) - Forum Komunikasi Calon Notaris Indonesia (FKCNI) bersama tiga profesor Universitas Jambi mengajukan uji materi Permenkumham Nomor 25 tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris ke Mahkamah Agung karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Ketiga profesor ini, Prof Elita Rahmi Ketua Prodi Kenotariatan Unja, serta Prof Soekamto Satoto dan Prof Bander Johan Nasution, dosen Kenotariatan Unja.

"Sebelum Idul Fitri, FKCNI dan tiga guru besar akan mengajukan judicial review (uji materi)," kata pemrakarsa Tim 11+1 FKCNI, Yendrik Ershad melalui siaran persnya kepada Antara di Jakarta, Minggu (27/5) malam.

Yendrik Ershad menjelaskan permenkumham itu juga dapat dikategorikan menggunakan asas retroaktif karena jelas tertuang dalam Pasal 25 permenkumham itu menyebutkan bahwa peraturan menteri tersebut mulai berlaku setelah empat bulan sejak diundangkan.

"Dengan demikian permenkumham ini baru berlaku pada tanggal 21 Maret 2018 tapi pada kenyataannya sejak Desember 2017 dan pada Januari 2018 Permohonan Pengangkatan Notaris telah ditutup pada website ahu.go.id dan telah digantikan dengan ujian pengangkatan notaris (UPN)," katanya.

Jika mengacu pada Pasal 2 ayat 2 huruf j Permenkumham Nomor 62 tahun 2016 disebutkan bahwa persyaratan pengangkatan calon notaris harus dilengkapi berkas pendukung dengan melampirkan fotokopi tanda kelulusan Ujian Pengangkatan Notaris yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang telah dilegalisasi. "Sedangkan pada pasal 2 ayat 1 tidak menyebutkan calon notaris diharuskan mengikuti Ujian Pengangkatan Notaris," katanya.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) juga tidak menyebutkan adanya Ujian Pengangkatan Notaris, dimana persyaratan yang dinyatakan dalam landasan Permenkumham tersebut bertentangan dengan Pasal 3 UUJN dan UUJN-P, diketahui bahwa Ujian Pengangkatan Notaris tidak menjadi persyaratan dan tidak diatur dalam Pasal 3 UUJN dan UUJN-P tersebut yaitu syarat untuk menjadi notaris.

Ia menambahkan Pasal 10 ayat 1 huruf d Permenkumham Nomor 25 tahun 2017 menyebutkan dalam program magang di kantor notaris telah berpartisipasi dan dicantumkan namanya paling sedikit 20 akta.

"Hal itu jelas bertentangan dengan Pasal 3 huruf f UUJN dan UUJN-P," katanya.

Dijelaskan, syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris tidak diatur mengenai partisipasi sebagai saksi dalam akta notaris dan bertentangan dengan pasal 40 ayat 2 huruf E UUJN dan UUJN-P yang menyatakan bila terdapat calon notaris magang adalah keluarga atau sanak famili dari notaris tempat magang kemudian dijadikan atau diharuskan sebagai saksi akta, adalah karyawan notaris itu sendiri jadi bukan calon notaris yang sedang magang.

"Oleh karena itu apabila dipaksakan harus membuat keterangan telah berpartisipasi pada 20 akta di kantor notaris, maka melanggar kode etik," katanya.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018