Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Subdit III Tipikor Polda Sumut menggelar operasi tangkap tangan terkait penanganan potensi korupsi di sektor pertanian.

Dalam operasi pada Kamis (9/8) tersebut, polisi mengamankan Kepala Dinas Pertanian Padang Lawas berinisial AN.

Selain itu turut diamankan tiga orang anggotanya yakni Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Muhammad Hamzah Hasibuan, Kasi Produksi Dinas Pertanian Joni Prantanto Simanjuntak, dan seorang staf bernama Aulia Rahman.

Polisi juga meringkus tiga orang petani bernama Irfan Mulia Harahap, Ali Nexzu Harahap, dan Datuk Sutan. Polisi juga menyita barang bukti total Rp1,8 miliar, dalam bentuk uang tunai dan buku rekening.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo bahwa korupsi di sektor pangan ataupun pertanian harus mendapat perhatian pemerintah, sehingga Polri pun menunjukkan keseriusan mengawasi dan menindak korupsi di sektor pertanian.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Komisaris Besar Polisi Daniel Tahi Monang Silitonga mengaku belum mendapatkan informasi mengenai OTT di Padang Lawas tersebut.

Namun diakuinya, selama ini Polri memang memberi perhatian terhadap potensi korupsi di sektor pangan ataupun sektor pertanian.

"Ya waktu itu memang pernah dalam pembahasan (mengenai korupsi pertanian), karena ada hal yang menjadi pertanyaan-pertanyaan. Mungkin (OTT) ini sebagai tindak lanjutnya," kata Daniel saat dihubungi, Jumat.

Dia menjelaskan, pengawasan dalam sektor pangan atau pertanian dilakukan di semua lini kegiatan yang berhubungan. Beberapa di antaranya yang dia sebut adalah pengawasan dalam sektor penambahan lahan, pemberian subsidi pupuk, pemberian subsidi benih.

Dalam hal penanganan korupsi di sektor pertanian, tambah Daniel, pihaknya tetap melakukan koordinasi dengan Lembaga penegak hukum terkait seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan.

"Secara rutin sih ada pembicaraan terus menerus dilakukan (dengan KPK dan Kejaksaan)," kata Daniel.

Terkait OTT Kepala Dinas Padang Lawas, Daniel mengatakan pihaknya belum berencana mengambil alih kasus tersebut atau memindahkan penanganannya ke Satgas Pangan Mabes Polri.

Menurutnya, perkara korupsi seperti yang terjadi di Padang Lawas masih bisa ditangani oleh polda.

Sementara pengamat Pertanian UGM, Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan bahwa perlu adanya pengawasan ketat di sektor pertanian dan pangan, guna mengantisipasi potensi-potensi korupsi. Apalagi, sektor pertanian berdampak langsung kepada masyarakat.

"Harus ketat semuanya, karena nilai anggarannya juga tidak kecil. Bukan hanya di pusat, tapi sampai lini bawah," ujar Jangkung.

Menurutnya, pengawasan terhadap tindak pidana korupsi harus menjadi tanggung jawab semua pihak. Tidak bisa penguatan pengawasan terhadap kerawanan korupsi hanya ditumpukan kepada KPK, karena memiliki keterbatasan SDM dan juga budgeting, jika harus mengawasi sampai ke tingkat bawah.

"Oleh karenanya, penguatan pengawasan menjadi sangat penting," imbuhnya.

Selain pengawasan, perlu adanya penguatan sistem yang lebih besar, misalnya komitmen dan transparansi dari para pengguna anggaran di sektor pertanian dan pangan.

"Itu menjadi tugas bersama, bagaimana membuat sistem yang lebih transparan. Misalnya sistem promosi dan rekrutmen yang benar-benar didasari atas kompetensi," ujarnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Presiden Johan Budi menyebutkan bahwa Presiden Jokowi memberikan perhatian terhadap persoalan korupsi, termasuk korupsi di sektor pertanian. Salah satu bentuknya adalah dengan menjadikan kajian dari KPK sebagai arah kebijakan pemerintahan di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo.

"Sudah berapa kali kajian KPK digunakan oleh pemerintahan Jokowi-JK, termasuk di pertanian," kata Johan.

Menurutnya selama ini dalam berbagai pertemuan, termasuk dalam sidang kabinet, Presiden Jokowi selalu mengingatkan jajarannya agar tidak terlibat korupsi.

Mengingatkan pada semua untuk tidak sekali-kali menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi atau korupsi," terang Johan.

Langkah lain yang dilakukan menurutnya adalah dengan membenahi sistem atau peraturan yang ada seperti penerapan deregulasi terhadap aturan yang membuka celah terjadinya korupsi. Artinya, setiap aturan atau regulasi yang membuka celah terjadi korupsi dihilangkan.

Menurut Johan, terkait pertanian sudah ada Peraturan Menteri Pertanian yang dibatalkan, direvisi di tahun 2017.

"Ini salah satu upaya untuk mengurangi (terjadinya korupsi)," tegasnya.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2011-2015, Zulkarnain juga sebelumnya menyebutkan bahwa pemerintah harus memperhatikan kerawanan potensi korupsi di sektor pertanian, khususnya di bidang pangan.

Apalagi belakangan, marak pemberitaan tendensi korupsi dengan memanfaatkan distribusi bantuan pemerintah kepada petani, seperti pupuk dan benih terjadi di daerah. Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara harus memperhatikan persoalan ini, mengingat penanganan tidak bisa hanya mengandalkan penindakan atau penangkapan yang dilakukan KPK.

 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018