"Pembaharuan MoU ini memiliki kepentingan tersendiri bagi pemerintah Indonesia agar para pekerja Indonesia memiliki perlindungan hukum
Jakarta (ANTARA News) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendesak agar pemerintah segera memperbaharui nota kesepahaman atau "memorandum of understanding" (MoU) terkait tenaga kerja Indonesia dengan negara-negara penempatan.

"Pembaharuan MoU ini memiliki kepentingan tersendiri bagi pemerintah Indonesia agar para pekerja Indonesia memiliki perlindungan hukum. Ketika MoU masih berlaku saja, tindakan kekerasan dan diskriminasi masih terjadi. Apalagi jika tidak ada MoU sama sekali, para pekerja Indonesia semakin rentan mengalami perlakuan yang tidak baik dan ketidakadilan," kata Peneliti CIPS Imelda Freddy, Senin.

Menurut dia, pembaharuan penting dilakukan segera agar status keimigrasian para pekerja Indonesia tetap jelas, karena kejelasan status itu sangat penting untuk menghindarkan deportasi dan perlakuan yang sewenang-wenang.

Ia mengingatkan bahwa pemerintah pasti sudah punya jadwal waktu yang jelas soal masa berlaku MoU sehingga seharusnya proses pembaharuan itu sudah bisa dilakukan dengan mengantisipasi habis masa berlakunya. "Keberadaan MoU ini penting untuk menjamin status dan hak para pekerja kita di luar negeri. Jangan sampai hal-hal seperti ini terlewat," ucap Imelda.

Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap lamanya pengesahan MoU ini disebabkan negara tujuan penempatan pekerja Indonesia memiliki pertimbangan dan kepentingan yang berbeda-beda dalam menyikapi isu terkait pekerja migran.

Imelda menilai bahwa perbedaan pertimbangan dan kepentingan inilah yang membuat proses negosiasi negara-negara tersebut dengan Indonesia menjadi semakin pelik seperti di Malaysia, ada warga negara yang memiliki berbagai macam pendapat dengan adanya kehadiran pekerja migran Indonesia, banyak dari mereka yang menganggap bahwa kehadiran pekerja migran Indonesia mengambil jatah pekerjaan warga negara Malaysia.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial menunggu kebijakan dari Pemerintah Malaysia terkait pemulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah di negeri jiran tersebut.

"Kita masih menunggu keputusan dari Pemerintah Malaysia. Kita berharap bisa secepatnya sehingga tidak ada warga negara kita yang menjadi pekerja migran di Malaysia yang bermasalah terlantar," kata Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang (RSTS dan KPO) Kemensos RI Sonny W Manalu di Jakarta, Kamis (9/8).

Sonny W Manalu menjelaskan, sejak akhir 2017, Pemerintah Malaysia tidak lagi menfasilitasi pemulangan pekerja migran Indonesia yang bermasalah dari rumah tahanan mereka ke Indonesia, sehingga terjadi penumpukan TKI yang bermasalah di negara tersebut.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengimbau pemerintah untuk meningkatkan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di mancanegara karena cukup banyak yang bermasalah dan meninggal dunia.


Baca juga: Malaysia deportasi 726 TKI bermasalah
Baca juga: Malaysia usir 213 WNI bermasalah ke Nunukan


"Kementerian dan lembaga terkait, harus sungguh-sungguh melakukan pengawasan terhadap TKI, sejak persiapan pemberangkatan dari daerahnya sampai selama bekerja di mancanegara," kata Bambang Soesatyo melalui pernyataan tertulis, diterima di Jakarta, Jumat (3/8).

Ketua DPR mengimbau kementerian dan lembaga terkait (K/L) untuk sungguh-sungguh dan bersinergi dalam mengawasi TKI yang bekerja di mancanegara. K/L tersebut meliputi, Kementerian Tenaga Kerja, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), Satgas Anti-Perdagangan Orang NTT, Tim Gabungan Pencegahan Perdagangan Orang NTT, dan Migrant Care.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018