Saya sudah kehabisan kata, kami hanya perlu terpal untuk kegiatan murid-murid saya, selimut untuk warga di dusun saya. Itu saja yang diminta,
Mataram (ANTARA News) - Pemilik sekolah gratis yang terdampak gempa di Dusun Labuhan Pandan, Sambalia, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Munawir Haris, sulit mendapatkan terpal yang digunakan untuk pemulihan trauma bagi murid-muridnya itu.

"Sekarang saya ada di Kota Selong mau cari terpal dan tikar, tapi belum dapat. Ada yang ukuran besar tapi uangnya tidak cukup, ukuran 8 x 6 meter saja Rp800 ribu," kata pimpinan Yayasan Anak Pantai itu kepada Antara melalui pesan singkatnya, Minggu malam.

Jumlah murid di bawah yayasannya itu 111 orang dari tingkat SD Islah Bina Al Umah dan SMP Anak Pantai.

Padahal pemulihan trauma itu, sangat penting mengingat murid-muridnya yang anak-anak tenaga kerja wanita (TKW), anak-anak yatim piatu, serta orang tidak mampu saat ini secara psikologisnya terganggu mengingat rumahnya sudah ambruk.

Terlebih lagi, gempa besar yang terjadi pada Minggu (19/8) serta beberapa gempa susulan lainnya berpusat sekitar lima kilometer dari dusun tersebut atau tepatnya di Gili Sulat.

Dia semula berharap akan mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat, bukan hanya untuk sekolahnya saja melainkan untuk warga dusun lainnya.

"Tapi sampai sekarang belum juga mendapatkan bantuan itu. Padahal permintaan kami sederhana hanya meminta terpal dan selimut, itu saja," ujarnya.

Ia mengaku sudah mentok untuk menolong murid-muridnya termasuk warga di dusunnya yang mayoritas rumahnya ambruk. Termasuk rumah dirinya juga di bagian belakang yang semula hanya retak-retak saja, kini ambrol mengingat gempa susulan terus terjadi.

Termasuk ada partai yang hanya mementingkan konstituennya saja, padahal kami benar-benar membutuhkan, katanya.

Semula dirinya mengandalkan para dermawan saja untuk melanjutkan hidup tapi tentunya tidak bisa seterusnya diminta tolong. "Harapan kami pemerintah benar-benar memberikan perhatian pada rakyat menjadi korban," katanya.

"Saya sudah kehabisan kata, kami hanya perlu terpal untuk kegiatan murid-murid saya, selimut untuk warga di dusun saya. Itu saja yang diminta," katanya.

Berdasarkan pantauan Antara pada Jumat (23/8), sekolahan itu meski dari luar masih berdiri namun di dalamnya sudah tidak layak untuk digunakan karena banyaknya retakan yang dikhawatirkan akan membahayakan murid-muridnya jika masih digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.*

 

Baca juga: Sanksi pengusaha mainkan harga bangunan saat rekonstruksi

Baca juga: Warga Lombok tetap berharap akan terpal


 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018