Pemadaman bukan hanya untuk Asian Games 2018 saja, tapi harus terus kita lakukan..
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya meminta jajarannya untuk lebih waspada dan kerja efektif mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengingat prediksi BMKG menyebut kemarau berlangsung lebih panjang.

Sebagai bentuk antisipasi lanjutan atas panjangnya musim kemarau yang terjadi di Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Jakarta, Kamis, mengajak seluruh jajarannya dan BMKG untuk melihat prediksi cuaca guna mempersiapkan langkah-langkah pengendalian karhutla di Indonesia.

"Bulan September selalu menjadi bulan yang cukup rawan bagi KLHK, tahun 2015 lalu kebakaran mulai terjadi di minggu pertama dan kedua bulan September ini," ujar dia.

Ia meminta seluruh pihak harus bekerja efektif, khususnya dalam melihat laporan hot spot (titik panas), harus cermat dan teliti, titik panasnya harus ditarik ketingkat akurasi 60 persen hingga 80 persen, sehingga benar-benar didapat wilayah-wilayah yang titik panasnya sangat berpotensi menjadi titik api.

Dalam periode El Nino yang tidak terlalu kuat, namun cukup panjang ini (hingga Februari 2019) beberapa wilayah di Indonesia hanya akan memiliki curah hujan sekitar 20 persen saja. Karenanya Siti mengimbau seluruh jajarannya untuk melakukan koordinasi dan pendekatan aktif kepada seluruh pemerintah daerah rawan karhutla.

"Pemadaman bukan hanya untuk Asian Games 2018 saja, tapi harus terus kita lakukan," ujar Siti.

Ia juga mengatakan seluruh jajaran yang bertugas memantau tiap-tiap daerah, harus menugaskan tenaga yang membaca fluktuasi hot spot setiap hari. Hal ini penting guna mengetahui pelaku pembakaran hutan dan lahan, yang bilamana kebakaran terjadi di dalam area konsesi izin bidang KLHK dapat segera melakukan penegakan hukum serta pemberian teguran, namun bila berada di luar konsesi, namun bila berada di luar konsesi, dapat segera ditangani melalui pendekatan dan komunikasi dengan K/L terkait.

Siti juga meminta tiap-tiap UPT khususnya Taman Nasional, untuk segera menyosialisasikan pemadaman api bekas api unggun para pendaki, serta ikut serta waspada kebakaran lahan, khususnya di wilayah Taman Nasional yang merupakan padang savana.

Berbeda dengan 2015 yang menjadi tahun kelam bagi Indonesia yang mengalami bencana asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan, pada 2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) semakin mempersiapkan diri dan siap siaga.

Tercatat KLHK telah menurunkan 1.980 orang personil Manggala Agni, Brigade Karhutla binaan UPT Konservasi Sumber Daya Alam sebanyak 108 orang serta Brigade Karhutla binaan KPH sebanyak 870 orang.

Deputi Klimatologi BMKG Herizal menerangkan bahwa di 2018, Indonesia memang mengalami kemarau yang cukup panjang. Rata-rata Pulau Jawa dan Kalimantan baru akan mengalami musim hujan pada Oktober dan November 2018.

Walaupun 2018 masih lebih basah dibanding 2015, namun ia mengatakan Indonesia diprediksi akan mengalami El Nino dengan tingkat lemah hingga moderat.

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles B. Panjaitan mengatakan bahwa tidak ada asap lintas batas yang terjadi pada kebakaran di Kalimantan Barat beberapa waktu lalu.

Dalam laporannya, ia menyampaikan bahwa dibanding 2015, di 2018 jumlah kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia masih lebih kecil sebesar 70 persen. Dirinya juga menuturkan bahwa sejauh ini tantangan yang terberat masih pada penanganan kebakaran hutan dan lahan di wilayah gambut.

Tahun ini (periode Januari hingga 3 September 2018), satelit NOAA mencatat terdapat sekitar 3.042 titik panas di Indonesia, di mana ada sekitar 15.601,13 hektare kawasan gambut yang terbakar.

Dalam usaha pengendalian dan pemadaman 2018, Raffles menerangkan bahwa hingga September 2018, Satgas Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan telah menggunakan sekitar 159.370.700 liter air untuk water bombing yang dilakukan di wilayah Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi dan Kalimantan Selatan.

Baca juga: Kemarau lebih panjang, risiko kekeringan-kebakaran meningkat
Baca juga: Cuaca ekstrem bayangi masa peralihan musim

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018