Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengingatkan pemerintah agar tidak menambah utang baru atas nama bencana. 

“Saya membaca World Bank (WB) dan Asian Development Bank (ADB) masing-masing telah menyampaikan komitmen untuk mencairkan pinjaman 1 miliar dolar AS, jadi totalnya 2 miliar dolar, atau sekitar Rp30 triliun lebih, untuk membantu pemulihan kondisi pascabencana di Lombok, Palu, dan Donggala," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Selasa.

"Meskipun judulnya adalah bantuan, tapi sebenarnya itu adalah utang," katanya.

Fadli Zon berharap pemerintah tak menerima tawaran tersebut. Menurut dia, membuat utang baru untuk proses pemulihan bencana sama saja seperti mengatasi bencana dengan bencana.

Pemerintah, kata poltikus Partai Gerindra itu, seharusnya mencari solusi lain seperti realokasi APBN yang dapat dihemat. Sementara menganggap tawaran utang sebagai prestasi lobi pemerintah adalah klaim usang, katanya.

“Menangani pemulihan bencana melalui penciptaan utang baru hanya akan kian membebani perekonomian nasional," katanya.

Fadli mengingatkan, sebelum ada tawaran utang baru saja, posisi utang Indonesia sudah sangat besar. Per Agustus 2018, posisi utang pemerintah telah mencapai Rp4.363 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 30,31 persen.

"Jika ada utang baru, rasionya bakal kian besar lagi. Itu buruk bagi psikologi anggaran.”

“Menteri Keuangan seharusnya memiliki kemampuan lobi yang hebat. Daripada meminta utang baru, pemerintah seharusnya justru mengajukan rescheduling pembayaran cicilan pokok atau bunga utang, minimal hingga tiga tahun ke depan, agar anggaran publik kita bisa lebih longgar," katanya.

Atau, bila perlu, pemerintah bahkan memperjuangkan penghapusan utang lama agar Indonesia  memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk menangani pemulihan pascabencana.

“Berkaca pada tsunami Aceh pada 2004, misalnya, beberapa negara sempat menawarkan penghapusan utang kepada Indonesia. Kenapa bukan hal semacam itu yang diperjuangkan? " kata Fadli.

Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2018