Masyarakat Indonesia masih menganggap KDRT merupakan urusan pribadi rumah tangga sehingga merasa tidak perlu melapor kepada yang berwajib, padahal telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Jakarta, 4/11 (Antara) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mencanangkan Gerakan Bersama Stop Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Geber Stop KDRT) di Gelanggang Olahraga Bung Karno, Jakarta, Minggu.

"Kasus KDRT bisa menimpa rumah tangga siapa saja. Masyarakat Indonesia masih menganggap KDRT merupakan urusan pribadi rumah tangga sehingga merasa tidak perlu melapor kepada yang berwajib," kata Yohana di Jakarta, Minggu.

Yohana mengatakan korban KDRT biasanya enggan melaporkan kekerasan yang dialami karena malu, merasa tabu dan lain-lain.

Padahal, KDRT telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

"Kasus KDRT yang dulu dianggap persoalan pribadi, kini menjadi urusan publik yang nyata," jelasnya.
 

Menurut Yohana, ada empat jenis KDRT yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran.

Anak-anak yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang mengalami KDRT akan cenderung meniru ketika mereka dewasa dan berumah tangga.

"Anak-anak yang melihat ibunya dipukul ayahnya dan diam saja, tidak melapor, akan cenderung melakukan hal yang sama ketika berumah tangga dan mengalami KDRT," katanya. ***4*** (T.D018)

Baca juga: KDRT salah satu penyebab perceraian
Baca juga: LPSK imbau korban KDRT tidak ragu minta perlindungan

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018