Sampit (ANTARA News) - Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Muhammad Jhon Krisli menolak menandatangani APBD 2019, karena diduga ada pelanggaran dan cacat hukum dalam proses penyusunannya.

"Saya menolak menandatangani APBD 2019 Kabupaten Kotawaringin Timur karena ada indikasi dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) tidak sesuai dengan rencana kerja anggaran (RKA)," kata Jhon Krisli di Sampit, Kamis.

Menurut Dia, APBD 2019 Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) hanya ditandatangani oleh Wakil Ketua DPRD Supriadi dan Wakil Bupati Kotim HM Taufiq Mukri.

"Sampai saat ini saya belum ada menandatandatangani APBD 2019 tersebut. Saya melihat ada sejumlah persoalan dan permasalahan dalam APBD itu. Saran saya pun tidak diikuti," katanya.

Jhon menegaskan selama saran dan pendapatnya tidak diakomodir, maka APBD 2019 Kotim tetap belum sah dan cacat hukum.

Salah satunya dalam perencanaan program itu tidak sesuai dengan mekanisme dimulai dari musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) hingga masuk dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahunan, kemudian masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan masuk rencana kerja anggaran (RKA).

"Sebenarnya saya hanya memberikan saran. Karena saya melihat banyak masalah dan itu tidak diperbaiki. Saya tidak mau teken APBD tersebut. Kalau itu diperbaiki sesuai dengan RKA. Maka, saya akan tandatangani," ucapnya.

Pernyataan Jhon Krisli saat memberikan sambutan di rapat rencana awal perubahan RPJMD Kotawaringin Timur 2016-2021 di Aula Baperda setempat cukup mengejutkan. Dia seakan membuka aib dalam sistem penganggaran selama ini.

Salah satunya berkaitan dengan penganggaran yang dilakukan eksekutif. Selain itu berkaitan juga dengan program siluman ataupun titipan yang kebiasaan muncul di pertengahan jalan tanpa melalui mekanisme dari awal.

"Saya sampaikan hal itu memang yang saya ketahui demikian selama saya duduk di DPRD," katanya.

Diungkapkanya, kebiasaan buruk dieksekutif itu masih saja terjadi yakni mengubah dokumen pelaksanaan anggaran (DPA). Artinya, apa yang tertuang dalam DPA itu kadang tidak ada di RKA.

Dia mensinyalir skenario itu yakni Perda APBD Kotawaringin Timur yang ditandatangani bersama itu, kadang berbeda dengan Perda APBD yang diusulkan ke Gubernur Kalteng guna dievaluasi.

"Terkadang tidak masuk di RKA dan setelah disahkan, tahu-tahu ada muncul di DPA. Ini namanya program siluman," ungkap dia.

Pola yang demikian masih jadi tradisi dan merusak tatanan birokrasi di Kotawaringin Timur. Akibatnya, uang di APBD tidak fokus dalam untuk sebuah program prioritas. Sebab, dalam perencanaanya tidak melalui sistem berjenjang sebagaimana mestinya.

Sampai berita ini ditayangkan, terkait adanya berbagai dugaan dari Ketua DPRD Kotim tersebut, masih dikonfirmasi kepada Pemkab Kotim.*


Baca juga: Kebun raya terbesar bakal ada di Kotawaringin Timur 2020

Baca juga: Eks lokalisasi Kotawaringin Timur dipantau lagi




 

Pewarta: Kasriadi dan Untung Setiawan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018