Tapi saat ini, ada jenderal yang terkait dengan rezim orde baru, malah berteriak-teriak jangan intelin rekan-rekannya, yang sebagiannya juga adalah jenderal. Ini kan lucu. Apalagi teriakan jangan diinteli itu, tidak menunjukkan bukti apa-apa."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris menilai pidato yang disampaikan Capres nomor urut 01, Prabowo Subianto, mengandung banyak ilusi yang dipengaruhi oleh sejarah masa lalu. 

"Salah satunya pernyataan yang menyebutkan terkait dengan intelijen negara. Jangan intelin mantan Presiden, mantan Ketua MPR RI, dan mantan-mantan yang dia sebut lainnya," kata Charles Honoris, di Jakarta, Selasa.

Charles Honoris mengatakan hal itu menanggapi pidato penyampaian visi misi oleh Capres nomor urut 01, Prabowo Subianto, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (14/1) malam.

Menurut Charles, Prabowo seharusnya paham bahwa intelijen negara saat ini tidak seperti intelijen pada era Presiden Soeharto. Prabowo  sebagai salah satu petinggi ABRI sekaligus menantu Presiden Soeharto, menjadi bagian di dalamnya. 

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang juga Presiden RI kelima, menurut Charles, sudah "kenyang" dinteli dan dibatasi ruang geraknya pada era orde baru karena dinilai sebagai oposan, tapi tidak teriak-teriak tentang apa yang beliau derita saat itu. 

"Tapi saat ini, ada jenderal yang terkait dengan rezim orde baru, malah berteriak-teriak jangan intelin rekan-rekannya, yang sebagiannya juga adalah jenderal. Ini kan lucu. Apalagi teriakan jangan diinteli itu, tidak menunjukkan bukti apa-apa," katanya.

Anggota Komisi I DPR RI ini juga mengimbau Capres Prabowo bahwa saat ini sudah era reformasi dan keterbukaan. "Setiap orang yang merasa diinteli bisa menempuh jalur hukum jika mendapat perlakuan sewenang-wenang atau tidak sesuai prosedur oleh aparat negara," katanya.

Charles menambahkan, Prabowo juga ketua partai politik yang memiliki fraksi di DPR RI, sehingga bisa melakukan pengawasan terhadap kerja-kerja aparat negara. "Jadi jangan dibayangkan saat ini seperti era orde baru," katanya.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019