Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait suap penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Tahun Anggaran 2018.
 
Imam tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB didampingi Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewa Broto.

"Saya harus memenuhi panggilan untuk menjadi saksi, kemarin sore saya mendapat surat panggilannya, nanti saya akan sampaikan, terima kasih," kata Imam di gedung KPK Jakarta, Kamis.
   
Namun Imam enggan mengungkapkan lebih jauh pengetahuannya mengenai perkara tersebut. "Makanya nanti saya akan mendengar apa yang akan disampaikan oleh KPK, saya bawa data yang perlu saja," kata Imam singkat.
   
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut, yaitu sebagai pemberi Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy (EFH) dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awuy (JEA). 
   
Sedangkan sebagai penerima adalah Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana (MUL), Adhi Purnomo (AP) selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora serta Eko Triyanto (ET) yang merupakan staf Kementerian Pemuda dan Olahraga.
   
KPK menduga Mulyana, Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp318 juta dari pejabat KONI terkait hibah pemerintah kapada KONI melalui Kemenpora. 
   
Mulyana menerima uang dalam ATM dengan saldo sekitar Rp100 juta terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.
   
Sebelumnya, Mulyana diduga juga telah menerima pemberian-pemberian lainnya  yaitu pada April 2018 menerima satu unit mobil Toyota Fortuner, pada Juni 2018 menerima sebesar Rp300 juta dari Jhonny E Awuy, dan pada September 2018 menerima satu unit ponsel merk Samsung Galaxy Note 9. 
   
Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan adalah sebesar Rp17,9 miliar.
   
Menurut KPK, pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai akal-akalan dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya. Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp3,4 miliar.
 
Baca juga: Menpora tidak tahu program dana hibah ke KONI  

Dalam pengembangan kasus itu, KPK telah mengidentifikasi peruntukan dana hibah dari Kemenpora ke KONI tersebut akan digunakan untuk pembiayaan pengawasan dan pendampingan atau wasping.
   
Pembiayaan wasping tersebut mencakup penyusunan instrumen dan pengelolaan "database" berbasis android bagi atlet berprestasi dan pelatih berprestasi tahun jamak atau multi event internasional.
   
Selanjutnya, penyusunan instrumen dan evaluasi hasil pemantauan  dan evaluasi atlet berprestasi menuju SEA Games 2019. Terakhir, penyusunan buku-buku pendukung wasping peningkatan prestasi olahraga nasional.
   
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 18 Desember 2018, tim KPK juga menyita sejumlah barang bukti antara lain uang sebesar Rp318 juta, buku tabungan dan ATM (saldo sekitar Rp100 juta atas nama Jhonny E Awuy yang dalam penguasaan Mulyana), mobil Chevrolet Captiva warna biru milik Eko Triyanto serta uang tunai dalam bingkisan plastik di kantor KONI sekitar sejumlah Rp7 miliar. 
Baca juga: KPK agendakan pemeriksaan terhadap Menpora
Baca juga: KPK pastikan akan panggil Imam Nahrawi

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019