Fakta ini menunjukkan bahwa penjualan dan penyerapan serta aplikasi pupuk organik sampai saat ini memang masih relatif sedikit, lambat pertumbuhannya dan cenderung stagnan
Jakarta, (ANTARA News) - Penyerapan pupuk organik untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian di tanah air dinilai masih sangat rendah, padahal sarana produksi tersebut dibutuhkan dalam pengembangan pertanian berkelanjutan.

Pakar agribisnis Bungaran Saragih di Jakarta, Rabu mengatakan, dari alokasi subsidi pupuk organik yang mencapai 1 juta ton, realisasi penyerapannya dalam beberapa tahun terakhir masih sekitar 600-800 ribu ton per tahun.

"Fakta ini menunjukkan bahwa penjualan dan penyerapan serta aplikasi pupuk organik sampai saat ini memang masih relatif sedikit, lambat pertumbuhannya dan cenderung stagnan," katanya dalam Diskusi AGRINA bertema "Penggunaan Pupuk Organik, Hayati, dan Pembenah Tanahuntuk Meningkatkan Produktivitas Padi Berkelanjutan".

Menurut mantan Menteri Pertanian itu, beberapa faktor yang menjadi kendala antara lain dalam hal  penetrasi, pertumbuhan dan daya serap pupuk organik antara lain persepsi petani yang masih keliru. 

Strategi, kebijakan dan program pengembangan pupuk organik harus dibarengi dengan pengembangan pupuk hayati (biofertilizer) dan pembenah tanah (soil   conditioner) agar ketiga jenis pupuk dan pembenah ini saling menguatkan dan saling melengkapi. 

Ke depannya, ujar dia, usaha promosi, sosialisasi dan peningkatan pengetahuan sertakesadaran petani akan pentingnya penggunaan pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah yang efektif dan berimbang perlu semakin diperkuat.

Menurut dia, untuk meningkatkan produktivitas padi  berkelanjutan perlu menggunakan pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah.

Baca juga: Petani didorong gunakan pupuk organik

Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Muhrizal Sarwani, mengatakan pemerintah mendorong penggunaan pupuk organik melalui pemberian subsidi sejak 2008.

"Awalnya memang kualitas dikeluhkan. Sekarang mutu lebih baik. Penyerapan pupuk  organik oleh petani melalui subsidi selama tiga tahun terakhir, 2016-2018 rata-rata 700  ribu ton/tahun," katanya. 

Untuk mengatasi persoalan mutu pupuk organik, hayati dan pembenah tanah, tambahnya, Kementan telah menelurkan Permentan 01/2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik dengan  pendekatan persyaratan teknis minimal. 

Selain menerapkan standar, ujarnya, melalui upaya tersebut diharapkan petani mendapatkan jaminan kualitas pupuk organik dan pemerintah bisa melakukan pengawasan. 

Ia mengakui, sosialisasi penggunaan produk tersebut kepada petani masih kurang oleh karena itu penyuluhan dan pelatihan perlu ditingkatkan.

Baca juga: Akademisi : jangan takut gunakan pupuk organik

Direktur Teknik dan Pengembangan PT Petrokimia Gresik Arif Fauzan mengatakan, Petrokimia Gresik mempunyai kapasitas produksi pupuk organik 1,6 juta ton tetapi karena kekurangan bahan baku sehingga realisasinya baru setengah. 

Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir, menyatakan, lahan pertanian di tanah air saat ini dalam kondisi leveling off atau mengalami degradasi kesuburan sehingga  perlu gerakan penggunaan pupuk organik.

Apalagi, tambahnya,  berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) luas lahan  baku pertanian secara nasional turun 600 ribu ha dari 7,7 juta hektar menjadi 7,1 juta ha.

"Kita juga perlu tambahan penyuluh untuk sosialisasi penggunaan pupuk organik,  pupuk hayati dan pembenah tanah," katanya.

Baca juga: Indonesia perlu terus tingkatkan penggunaan pupuk organik

Pewarta: Subagyo
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019