Pencegahan perkawinan anak ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah semata tetapi juga menjadi tugas orang tua, anak, masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lain
Yogyakarta (ANTARA) - Upaya Pemerintah Kota Yogyakarta mencegah pernikahan usia anak semakin kuat dengan terbitnya Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pencegahan Perkawinan Anak guna memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak.

“Pencegahan perkawinan anak ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah semata tetapi juga menjadi tugas orang tua, anak, masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lain,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Yogyakarta Edy Muhammad di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, setiap pihak memiliki kewajiban yang berbeda-beda dalam melakukan upaya pencegahan pernikahan usia anak. Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk merumuskan kebijakan sedangkan orang tua memiliki tugas untuk menguatkan pendidikan karakter serta agama di dalam keluarga.

Untuk saat ini, lanjut Edy, DPMPPA akan menindaklanjuti peraturan wali kota tersebut dengan menyusun kegiatan yang sifatnya preventif dan promotif serta melakukan sosialisasi terhadap peraturan wali kota tersebut.

“Kami akan sosialisasikan peraturan ini melalui kecamatan, kelurahan, TP PKK, dan LPMK serta terus menggencarkan sosialisasi program pembangunan berbasis keluarga. Program tersebut menjadi salah satu upaya preventif untuk mencegah perkawinan anak,” katanya.

Sedangkan kewajiban anak, lanjut dia, salah satunya adalah menjalankan wajib belajar selama 12 tahun.

“Anak-anak harus memahami bahwa tugas utama mereka adalah belajar. Harapannya, jika mereka memahami hal tersebut, maka pernikahan anak tidak perlu terjadi,” katanya.

Namun demikian, jika seorang anak terpaksa melakukan pernikahan maka hak mereka untuk memperoleh pendidikan hingga 12 tahun tetap harus dipenuhi. Jika pendidikan mereka tidak bisa diselesaikan di sekolah formal, maka diarahkan untuk mengikuti pendidikan nonformal.

Edy menyebut berbagai faktor yang bisa menjadi pemicu terjadinya pernikahan anak di antaranya adalah pengaruh dari lingkungan sosial dan lingkungan pergaulan, perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat dan juga dari faktor kepercayaan.

Berdasarkan data, jumlah pernikahan usia anak di Kota Yogyakarta pada 2015 untuk perempuan berusia kurang dari 16 tahun tercatat sebanyak 31 anak, 2016 turun menjadi 17 anak dan 2017 tercatat 19 anak. Sedangkan untuk laki-laki dengan usia perkawinan kurang dari 19 tahun pada 2015 tercatat sebanyak 15 anak, 2016 sebanyak 19 anak dan 2017 sebanyak 16 anak.

Selain untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak, aturan terkait pencegahan pernikahan anak tersebut juga ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan, mencegah tindak kekerasan terhadap anak dan perdagangan anak, mencegah anak putus sekolah, hingga menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Jika pernikahan anak tersebut tetap harus dilangsungkan maka diperlukan dispensasi dengan meminta pendapat psikolog atau konselor di puskesmas atau melalui UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Masyarakat yang mengetahui adanya pernikahan usia anak juga bisa menyampaikan pengaduan kepada UPT P2TP2A yang kemudian wajib ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku. 

Baca juga: KPPPA: hak anak yang dinikahkan tetap harus dipenuhi

Baca juga: Penelitian: Pernikahan dini banyak didorong karena tradisi

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019