Bantul (ANTARA) - Puluhan orang mantan karyawan PT Kharisma Eksport, perusahaan bidang furniture mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mengadukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang menimpa mereka.

"Kami mewakili para buruh untuk menyampaikan aspirasi kami berkaitan dengan adanya PHK  yang dilakukan sepihak oleh PT Kharisma Eksport," kata penasihat hukum mantan karyawan Santo Kusuma Aji di DPRD Bantul, Rabu.

Menurut dia, aduan ke lembaga legislatif tersebut dilakukan karena berbagai upaya mediasi dengan pihak manajemen perusahaan yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul sebelumnya belum membuahkan hasil.

Dalam berbagai mediasi tersebut, kata dia, puluhan mantan karyawan yang di-PHK sejak awal Januari 2019 itu menuntut hak-hak mereka diantaranya uang pesangon yang sebelumnya pernah dijanjikan perusahaan, namun belum dibayarkan.

"Jadi kita bukan menuntut hak-hak kami melalui DPRD, tetapi kami hanya sampaikan aspirasi saja karena berkaitan dengan tuntutan hak-hak (karyawan) PHK itu kami tahu mekanismenya, harus melalui Dinas Tenaga Kerja," katanya.

Ia menegaskan kedatangan mereka hanya menyampaikan informasi bahwa di Bantul ada PHK sepihak dan sebagian besar pekerja itu ingin menyampaikan keluh kesah mereka kepada wakil rakyat.

Terkait dengan status karyawan, dia mengatakan, seharusnya para mantan karyawan tersebut sesuai aturan undang-undang diangkat menjadi karyawan tetap karena sudah bekerja lebih dari tiga tahun, namun yang terjadi justru PHK.

"Seperti dalan undang-undang itu bahwa ketika pegawai walaupun di kontrak per tahun per tahun dan lebih dari tiga tahun demi hukum harus diangkat menjadi pegawai tetap," katanya.

Menurut dia, ada dua gelombang PHK terhadap karyawan yang saat ini diperjuangkan untuk mendapatkan hak-hak mereka. Dan dalam waktu dekat ini juga akan dilakukan mediasi dan upaya perlindungan Bipartit.

"Kami masih belum tahu (nasib mantan karyawan lain), karena sangat banyak dan belum semua menyampaikan itu kepada kami, yang baru kami ajukan kepada dinas itu baru dua gelombang, kurang lebih 11 orang ditambah 15 orang," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Bantul Paidi mengatakan, niat mantan karyawan dalam menuntut hak-hak mereka tersebut suatu langkah yang benar, akan tetapi prosedur yang ditempuh kurang tepat karena langsung menggunakan bantuan hukum.

"Teman-teman itu maksudnya benar tapi salah kaprah, prosedurnya harusnya melaporkan ke dinas dulu dan selama ini PHK itu sudah berjalan sejak Januari, tetapi laporannya itu justru menggunakan bantuan hukum," katanya.

Menurut dia, penggunaan bantuan hukum harusnya ditempuh apabila upaya menuntut hak-hak mantan karyawan sudah buntu, namun sebelumnya ke dinas biar ditindaklanjuti karena yang mengeluarkan izin perusahaan itu instansi tersebut.

"Kalau ada masalah seperti ini harusnya konsultasinya di Disnaker, bukan melalui bantuan hukum, bantuan hukum alternatif terakhir, saya kira ini pengalaman kalau nanti ada permasalahan pada ketenagakerjaan langsung ke dinas," katanya.

Baca juga: Puluhan buruh diPHK sepihak datangi DPRD Sulut
Baca juga: Pekerja Serang protes PHK sepihak
Baca juga: Pemerintah Pikirkan Aturan Khusus Cegah PHK Sepihak

 

Pewarta: Hery Sidik
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019