Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) meminta warganet untuk tidak ikut menyebarkan video penembakan di dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru di media sosial karena mengandung aksi kekerasan.

"Kementerian Komunikasi dan Informatika mengimbau masyarakat tidak menyebarluaskan atau memviralkan konten, baik dalam bentuk foto, gambar, atau video yang berkaitan dengan aksi kekerasan berupa penembakan brutal di Selandia Baru," kata Plt Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, dalam keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.

Konten tersebut mengandung aksi kekerasan, yang melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kominfo mengingatkan dampak penyebaran konten kekerasan di Selandia Baru akan menimbulkan ketakutan di masyarakat.

Untuk meminimalisir penyebaran konten kekerasan di Selandia Baru, Kominfo terus melakukan pemantauan dan pencarian dengan mesin AIS setiap dua jam sekali. Instansi itu juga bekerja sama dengan kepolisian untuk menelusuri akun-akun yang menyebarkan konten tersebut.

Baca juga: 40 tewas, 20 luka parah dalam penembakan masjid di Selandia Baru

Kominfo juga mendorong masyarakat untuk melaporkan temuan konten kekerasan di Selandia Baru melalui situs aduankonten.id dan akun Twitter @aduankonten.

Penembakan di dua masjid di kota Christchurch menewaskan 40 orang dan lebih dari 20 orang terluka parah.

Kementerian Luar Negeri menyatakan dua WNI tertembak dalam peristiwa tersebut, saat ini korban dirawat di Christchurch Public Hospital.

Berdasarkan catatan Kemenlu RI, terdapat 331 orang WNI di kota Christchurch, termasuk 134 mahasiswa. Jarak dari Wellington ke Christchurch mencapai 440 kilometer.

Bagi keluarga dan kerabat WNI yang membutuhkan informasi lebih lanjut dan bantuan konsuler dapat menghubungi hotline KBRI Wellington pada nomor +64211950980 dan +64 22 3812 065.

Baca juga: Dua WNI jadi korban penembakan di masjid di Selandia Baru
 

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019