Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengirimkan surat permintaan kepada Kementerian Luar Negeri untuk melayangkan nota protes kepada pemerintah Malaysia terkait dengan penangkapan kapal ikan berbendera Malaysia.

"Diharapkan Pemerintah Malaysia dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal perikanannya di perairan Indonesia," kata Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Agus Suherman di Jakarta, Rabu.

Agus Suherman menyatakan, upaya KKP dalam memberantas penangkapan ikan secara ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) telah membuahkan hasil dengan tertangkapnya kapal- kapal ikan berbendera asing di WPP-NRI, termasuk kapal ikan berbendera Malaysia di WPP-NRI 571 Selat Malaka pada tanggal 3 April dan 9 April 2019 yang dilakukan oleh dua kapal pengawas perikanan KKP.

Terkait kronologinya, Agus memaparkan bahwa penangkapan kapal-kapal perikanan ilegal dilaksanakan oleh Kapal Pengawas Perikanan melalui prosedur penghentian, pemeriksaan dan penahanan terhadap kapal perikanan berbendera Malaysia oleh KP. Hiu 08 dilakukan pada tanggal 3 April 2019.

Diawali pada pukul 07.20 WIB, saat KP. Hiu 08 mendeteksi di radar atas dua kapal ikan berbendera Malaysia di ZEEI Selat Malaka yaitu KM. PKFB 1852 dan KM. KHF 1256, kemudian KP. Hiu 08 melakukan pengejaran atas dua kapal dimaksud.

Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa KM. PKFB 1852 berukuran 64.71 GT dengan alat tangkap trawl yang diawaki empat orang terdiri atas dua orang berkewarganegaraan Thailand termasuk nakhoda dan dua orang berkewarganegaraan Kamboja.

Sedangkan KHF 1256 berukuran 53.02 GT dengan alat tangkap trawl, diawaki oleh tiga orang berkewarganegaraan Thailand. Kedua kapal tersebut didapati tidak memiliki izin dari Pemerintah Indonesia dan menggunakan alat tangkap yang dilarang.

Selanjutnya kedua kapal dibawa ke Stasiun PSDKP Belawan untuk dilakukan proses hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan. Kemudian pada pukul 12.00 WIB, saat KP. Hiu 08 dalam proses membawa kapal tangkapan, mengidentifikasi kedatangan kapal Maritim Malaysia jenis speedboat dengan nama PENGGALANG 13 yang melakukan manuver dan mendekati kapal tangkapan serta KP. Hiu 08 yang berada di dalam perairan Indonesia.

Selanjutnya PENGGALANG 13 merapat ke KP. Hiu 08, dan meminta KP Hiu 08 untuk melepaskan ke dua kapal yang ditangkap. Permintaan tersebut ditolak oleh KP. Hiu 08 dan PENGGALANG 13 mencoba meminta kembali agar satu kapal saja yang dilepas.

Namun demikian permintaan tetap ditolak oleh KP. Hiu 08. Pada saat yang bersamaan PENGGALANG 13 melakukan negosiasi dengan KP. Hiu 08, hadir juga tiga helikopter yang terbang mengitari KP. Hiu 08 dan kedua kapal tangkapan.

Selanjutnya setelah negosiasi tidak berhasil, PENGGALANG 13 beserta 3 helikopter meninggalkan KP. Hiu 08 kembali ke perairan Malaysia, sedangkan KP. Hiu 08 kemudian melanjutkan pelayaran membawa kapal kedua kapal tangkapan ke Stasiun PSDKP Belawan dan tiba pada pukul 21.30 WIB.

Sementara itu, pada tanggal 9 April 2019 KKP melalui KP. Hiu Macan Tutul 02, pukul 14.50 WIB menangkap KM. PKFA 8888, dan KM. PKFA 7878. Kedua kapal tangkapan selanjutnya dibawa menuju Pangkalan PSDKP Batam.

Hasil pemeriksaan menunjukan bahwa KM. PKFA 8888 berbendera Malaysia dengan bobot 61.70 GT menggunakan alat tangkap trawl yang diawaki 5 orang berkewarganegaraan Myanmar.

Sedangkan KM. PKFA 7878 tanpa bendera dengan bobot 67.63 GT menggunakan alat tangkap trawl yang diawaki oleh empat orang berkewarganegaraan Myanmar. Kedua kapal tersebut didapati tidak memiliki izin dari Pemerintah Indonesia dan menggunakan alat tangkap yang dilarang.

Selanjutnya kedua kapal dibawa ke Stasiun PSDKP Batam untuk dilakukan proses hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan.

Dalam proses membawa kedua kapal tangkapan tersebut, pukul 18.20 WIB hadir helikopter Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) yang terbang rendah mengitari KP. Hiu Macan Tutul 02.

Melalui komunikasi radio, mereka meminta kepada KP. Hiu Macan Tutul 02 agar kedua kapal ikan yang ditangkap berbendera Malaysia dilepaskan. Atas permintaan tersebut, KP. Hiu Macan Tutul 02 menyampaikan penolakan melepas kedua kapal tangkapan tersebut.

Setelah dilakukan penolakan, sebelum helikopter APMM meninggalkan lokasi, heli tersebut berputar-putar mengitari KP. Hiu Macan Tutul 02 untuk melakukan intervensi. Selanjutnya, KP. Hiu Macan Tutul 02 tetap melanjutkan pelayaran membawa kedua kapal tangkapan ke Pangkalan PSDKP Batam.

"Perbuatan yang dilakukan oleh kapal dan helikopter milik Pemerintah Malaysia yang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk pelanggaran kedaulatan dan juga merupakan bentuk obstruction of justice (merintangi proses hukum) dengan menghalangi KP. Hiu 08 dan KP. Hiu Macan Tutul 02 yang sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan Pasal 73 UNCLOS dan Pasal 66C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan," ucapnya.

Untuk mencegah hal ini terjadi kembali di kemudian hari, KKP bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut dan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, akan lebih menggiatkan kegiatan patroli di wilayah ZEEI Selat Malaka.

Baca juga: Ratusan kilogram ikan kapal nelayan Malaysia dimusnahkan

Baca juga: Dua kapal nelayan berbendera Malaysia ditangkap

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019