Tantangan Pemilu 2019 salah satu ujian paling berat bagi netralitas penyelenggara pemilu di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik dan demokrasi Titi Anggraini mengatakan pelaksanaan Pemilu 2019 adalah ujian terberat bagi netralitas penyelenggara pemilu di Indonesia karena penyelenggaraan pemilihan presiden berbarengan dengan pemilihan legislatif dan pemilih yang terpolarisasi.

"Tantangan Pemilu 2019 salah satu ujian paling berat bagi netralitas penyelenggara pemilu di Indonesia," kata Titi dalam diskusi publik bertajuk 'Netralitas Penyelenggara untuk Pemilu berkualitas' yang selenggarkan oleh Komunitas Pemuda Jagapemilu.com di Cikini, Jakarta, Kamis.

Titi mengatakan KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu berada dalam situasi polarisasi tarik menarik yang sangat kuat, sehingga apabila terjadi sedikit kesalahan, kelemahan dari penyelengaraan akan memunculkan sebuah ketidakpercayaan besar terhadap penyelenggara pemilu.

Selain itu, Pemilu 2019 juga menjadi tantangan berat bagi partai politik pascareformasi 1999. Parpol harus lolos "parliamentary treshold" empat persen. Jumlah partai jadi bertambah banyak yakni 20 partai politik plus Aceh, dengan jumlah caleg 250 ribu orang.

"Pemberlakuan ambang batas yang paling tinggi dalam sejarah pemilu Indonesia, Pemilu 2019 ini menjadi pertaruhan bagi parpol di Indonesia," kata Titi.

Menurut Titi, situasi tersebut menjadi pertaruhan eksistensi bagi partai politik yang membuka ruang semakin besar untuk tergoda melakukan kecurangan dan ruang menggoda penyelenggara.

Ia juga mengatakan Pileg 2019 menjadi pemilu yang secara kompetisi paling berdarah-darah bagi partai politik.

"Situasi ini yang saya kira menjadi 'warning' bagi kita semua," ujar Titi.

Terkait konteks netralitas penyelenggara untuk mewujudkan pemilu berkualitas, lanjut Titi, masyarakat perlu membangun kepercayaan kepada penyelenggara pemilu tetapi tidak mengurangi derajat kontrolnya.

"Karena penyelenggara pemilu kita berada dalam situasi yang pascareformasi inilah pemilu yang paling penuh godaan bagi netralitas penyelenggara pemilu kita," kata Direktur Perludem itu.

Ia menambahkan, setelah hasil perhitungan suara terjadi akan terjadi banjir laporan ke Bawalsu terkait kinerja, mekanisme dan netralitas penyelenggara yakni KPPS dan PPK.

Direktur Lokataru Indonesia Haris Azhar mengatakan terjadi keaktifan di masyarakat dalam melapor pelanggaran penyelenggara pemilu didukung teknologi informasi, sehingga laporan tersebut menjadi keresahan publik.

Ia juga menilai pengawasan pemilu yang dilakukan Bawaslu di tingkat nasional dan daerah belum profesional.

Selain Bawaslu ada institusi lain punya peran dalam pengawasan yakni Komisi ASN, Ombudsman, dan Kompolnas harus aktif turun ke wilayah menindaklanjuti laporan di masyarakat.

"Kami berharap ada respon cepat dari lembaga pengawas pemilu seperti Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas, Komisi ASN harus bisa merespon sejak awal, melihat potensi-potensi kecurangah dan mencegahnya," tutur Haris.

Diskusi publik bertajuk Netralitas Penyelenggara untuk Pemilu Berkualitas diselenggarakan oleh Komunitas Pemuda JagaPemilu.com menghadirkan sejumlah narasumber yakni Titi Anggraini, Direktur Perludem, Haris Azhar, pendiri Lokataru Indonesia, Rahmat Yananda, CEO Makna Informasi, dan Zuhad Aji Firmantoro, Ketua Umum PB HMI MPO.

Pewarta: Laily Rahmawaty, Joko Susilo
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019