Jakarta (ANTARA) - Di saat banyak pekerja seni yang terang-terangan menyatakan dukungan pada salah satu calon presiden dan wakilnya jelang Pemilu 17 April 2019, aktor kawakan Cok Simbara dan Verdi Solaiman memilih tidak ikut gembar-gembor.

Yang paling penting, ujar Cok pada Antara beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia tetap bersatu, terlepas dari siapa yang berhasil meraih suara terbanyak di pemilu.

"Saya cuma berharap pada tahun politik ini semua orang paham bahwa siapa pun yang kau pilih, kita tetap bersaudara," ujar aktor 65 tahun itu.

Pemilik nama lengkap Ucok Hasyim Batubara itu ingin merahasiakan siapa yang akan dia pilih saat hari pencoblosan.

"Wallahu'alam," ujar dia sambil tersenyum saat ditanya manakah yang lebih berpeluang dicoblos olehnya.

Pendapat yang sama dirasakan oleh Verdi Solaiman, putra dari aktor kawakan Henky Solaiman. Walau ogah terang-terangan menyatakan siapa calon presiden yang mendapat dukungannya, bukan berarti Verdi apatis.

"Asas masih LUBER, Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, tapi kalau ada teman-teman yang misalnya membuka argumen, ayo kita bahas," kata dia.

"Kalau saya biasanya ambil fakta-fakta dari yang terjadi sama saya langsung, bukan 'kata orang...', kejauhan. Yang langsung terjadi sama saya, teman dan yang dialami saudara."
 
Cok Simbara di konferensi pers "Horas Amang". (ANTARA News/ Nanien Yuniar)


Dalam mempertimbangkan pilihan terbaik, peraih Piala Citra 2009 untuk Pemeran Pendukung Pria Terbaik itu lebih suka mencari informasi sendiri ketimbang menonton debat antara kedua pasangan calon.

Apa yang berlangsung selama debat, ujar dia, terlihat seperti terlalu diatur oleh kedua pihak. Apa yang dibicarakan oleh dua pasangan calon presiden dan wakilnya di panggung debat tak banyak mempengaruhi pilihan Verdi.

"Ya sudah, cari fakta sendiri, tentukan pilihan, jangan golput dan coblos," katanya.

"Perseteruan" di dunia maya yang terjadi antar dua kubu pendukung juga muncul di linimasa media sosialnya. Namun Verdi memilih untuk tidak ikut terjun, hanya memantau kala senggang.

"Kadang lihat, tapi jarang komentar," katanya.

Untungnya perbedaan pilihan itu tidak berpengaruh di kalangan pekerja seni. Dalam dunia film, keberagaman adalah hal lumrah. Orang dari berbagai latar belakang, baik suku hingga agama, bergabung dalam sebuah karya.

"Film itu pemersatu," ujar Verdi.

Baca juga: Selebritis selektif terima order jelang Pemilu 2019

Jangan terpecah belah

Kedua aktor berharap pemilihan umum bakal berjalan lancar dan tenang tanpa ada keributan dan kerusuhan. Setiap orang tentu punya pilihan, tapi setelah hasil pemilu terungkap, semua harus kembali bersatu demi masa depan Indonesia.

"Siapa pun yang terpilih, sudah takdirnya. Enggak usah (ribut) berlanjut-lanjut. Itu dari 2014 sampai sekarang kayak rusuh lanjutan," cetus Verdi.

Dia miris melihat kebersamaan masyarakat semakin mudah terkoyak hanya karena perbedaan pendapat.

"Kok balik lagi ke zaman (penjajahan) Belanda dan Jepang, gampang dipecah belah? Pemilu sudah ada dari dulu kok (sekarang) gampang sekali diprovokasi?" tanya dia retoris.

Verdi berharap pemimpin masa depan dapat memajukan Indonesia, bukan mengeruk keuntungan agar uang kampanye bisa balik modal atau memperkaya keluarga sendiri.

"Indonesia itu kondisinya enggak bisa dibenerin dalam lima tahun, 10 tahun juga enggak semua, mudah-mudahan pemimpin baru bisa efektif secara strategis melakukan hal jelas untuk kemajuan Indonesia.

Cok Simbara juga punya asa yang sama. Pembangunan negara tentu diharap bakal terwujud, dengan catatan kemajuan itu harus dirasakan semua kalangan.

"Jangan sampai membuat kesenjangan yang jauh antara yang susah dan yang kaya," ujar Cok.

Jika presiden dan wakilnya kelak adalah orang-orang yang selalu mengedepankan nasib dan kebutuhan rakyat, dia optimistis harapannya bisa terwujud. "Kalau pemimpin hanya untuk partai dan kelompoknya... alangkah sedihnya negeri kita ini."

Baca juga: Platform digital sambut Pilpres 2019

Terjun berpolitik?

Apakah keduanya berminat untuk berpartisipasi dalam kemajuan negeri dalam dunia politik?

Tawaran-tawaran bergabung ke partai politik pernah datang ke hadapan mereka. Tapi Cok dan Verdi secara mantap menyatakan ingin fokus di dunia seni peran.

Verdi merasa dia mungkin tidak bisa menikmati dunia politik kalau harus terjun jadi politisi.

"Mending bicara (politik) lewat film, lewat karya."

Beda cerita dengan Cok yang besar di keluarga dengan latar belakang politik.

Ayahnya dulu seorang ketua partai, tapi kondisi politik masa lalu membuat kehidupan mereka dikejar-kejar rasa ketakutan. Gara-gara politik, ajal bisa hilang begitu saja. Bapaknya termasuk salah satu orang yang diburu nyawanya.

"Zaman saya kecil luar biasa ngerinya," ujar aktor yang aktif main film sejak 1977 itu.

Tapi rasa keengganan pada dunia politik itu pernah sirna saat dia beranjak remaja. Cok pernah menjadi kader sebuah partai politik selama beberapa tahun, sejak SMP hingga SMA. Dia berubah pikiran setelah mengingat perjalanan politik ayahnya. Lagipula, sang ayah juga tidak terlalu senang bila Cok terjun ke dunia politik, mengingat situasi yang pernah dia rasakan sebagai politisi.

"Akhirnya saya tinggalkan semua, enggak pengin terlibat (politik)," katanya.

Setelah dewasa, masih ada partai-partai yang berusaha mengajak Cok untuk terlibat. Tapi dia tetap teguh pada pendirian untuk menjadi pekerja seni, bukan politisi.

"Sudahlah, berkesenian saja," ucap dia.

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019