Palembang (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mendeteksi 280 titik api/panas (hotspot) di lokasi konsesi korporasi dalam wilayah provinsi setempat pada musim kemarau selama Juli 2019 ini.

Titik api tersebut terdeteksi terbanyak di lokasi konsesi / izin pertambangan mencapai 160 titik, izin perkebunan 64 titik, dan di lokasi izin kebun kayu (konsesi kehutanan, HPH HTI) terdapat 56 titik, kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel M Hairul Sobri, di Palembang, Rabu.

Titik api itu menyebar hampir di seluruh lokasi konsesi korporasi namun terbanyak berada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin mencapai 24 titik api, Penukal Abab Lematang Ilir (Pali) 15 titik, dan Kabupaten Muaraenim 10 titik api.

Titik api/panas di kawasan hutan dan lahan yang hak dan izin pengelolaannya diberikan pemerintah kepada perusahaan perkebunan dan pertambangan itu jumlahnya berfluktuasi, namun berdasarkan pemantauan melalui satelit hingga sekarang ini jumlah terbanyaknya terpantau sesuai dengan data tersebut.

Lokasi konsesi korporasi yang berpotensi terbakar itu beberapa di antaranya sudah ada yang terbakar dan menimbulkan masalah kabut asap.

Melihat fakta tersebut, pihaknya meminta aparat penegak hukum dan pihak berwenang melakukan pengawasan lebih ketat terhadap lokasi konsesi agar bisa dicegah kebakaran hutan dan lahan yang lebih besar.

Selain melakukan pengawasan ketat, dia berharap aparat penegak hukum dan pihak yang berwenang menindak penjahat lingkungan dengan memberikan tindakan tegas kepada korporasi/perusahaan yang tidak bisa menjaga lahan yang dikuasainya dari kebakaran.

Banyaknya izin konsesi pada ekosistem rawa gambut, menurut dia, memperbesar ancaman kebakaran hutan dan lahan di provinsi yang memiliki kawasan hutan sekitar 3,5 juta hektare itu.

Izin konsesi yang masuk dalam Kawasan Hidrologi Gambut (KHG) Sumsel seluas 269.969,12 hektare, izin perkebunan 690.079,83 ha, IUPHHK Hutan Tanaman Industri (HTI) 27.513,25 ha, dan ribuan hektare IUPHHK Hutan Alam (HPH).

Bahkan, dari total 10.842.974,90 ha IUPHHK-HT (HTI) di Indonesia sekitar 2,5 juta ha di antaranya berada di ekosistem gambut dan lebih dari satu juta hektare berada di gambut fungsi lindung.

Melihat kondisi tersebut, jika tidak dilakukan pengawasan ketat dan penindakan tegas kepada perusahaan pemegang izin lokasi konsesi, kebakaran hutan dan lahan menjadi persoalan yang tidak pernah usai pada setiap musim kemarau, kata Sobri.

Sementara Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Iriansyah mengatakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan agar tidak terjadi bencana kabut asap, pihaknya berupaya menambah petugas guna memaksimalkan pengawasan daerah rawan terbakar.

Berdasarkan hasil pemetaan, beberapa daerah yag tergolong rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan seperti Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin.

"Untuk memaksimalkan pencegahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan, selain menyiagakan kembali 7.649 petugas yang disiagakan pada tahun lalu, dilakukan penambahan 1.500 petugas dari BPBD kabupaten/kota dan TNI/Polri," ujarnya.

Dengan ditambahnya ribuan tenaga baru, diharapkan masalah kebakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan bencana kabut asap serta mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat dapat diminimalkan.

Selain menambah petugas, BPBD Sumsel juga berupaya mengaktifkan kembali 756 posko kebakaran hutan dan lahan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan pada tahun lalu, kata Iriansyah.

Baca juga: Titik api di wilayah Sumsel berfluktuasi

Baca juga: Modifikasi cuaca terus dilakukan di Sumsel untuk cegah kebakaran



 

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019