Tanjungpinang (ANTARA) - Proyek penataan kawasan pesisir Gurindam 12 di Kota Tanjungpinang mendadak jadi perhatian publik setelah KPK menangkap Gubernur Kepulauan Riau nonaktif Nurdin Basirun dalam kasus gratifikasi izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Tanjung Piayu, Batam.

Selain Nurdin, KPK juga menetapkan Kepala DKP Kepri Edi Sofyan, Kabid  Perikanan Tangkap DKP Kepri Budi Hartono, serta Abu Bakar (pihak swasta) sebagai tersangka.

Mantan Staf Khusus Gubernur Kepri Andi Anhar Chalid di Tanjungpinang, Senin (15-7-2019), menyebutkan ada 12 titik lokasi yang diberi izin pemanfaatan ruang laut dan reklamasi, yang kini dibidik KPK, salah satunya proyek Gurindam 12.

Baca juga: Megaproyek Gurindam 12 dalam pusaran masalah

Kasus yang mendera Nurdin Basirun itu dinilai kecil jika dibanding Gurindam 12. Ini kalau KPK menelusurinya sejak awal.

Sejak awal, Andi Anhar yang juga Ketua Dewan Pengawas LPJK Kepri sudah memperingatkan Nurdin Basirun untuk berhati-hati dalam melaksanakan proyek yang menelan anggaran Rp487 miliar tersebut.

Dari penetapan perusahaan yang memenangkan lelang proyek itu, sudah tampak bermasalah. Bahkan, diduga sarat penyimpangan. Pemenang proyek itu adalah PT Gunakarya Nusantara (GN) yang diduga telah melakukan persekongkolan tidak wajar agar memenangkan proyek itu.

Perusahaan itu ternyata sudah masuk daftar hitam karena tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pihak kontraktor yang memenangkan proyek di berbagai daerah. PT GN memiliki masalah di sejumlah daerah Indonesia, di antaranya, Jambi, Sumatera Barat, Banten, dan Bandung (Jawa Barat).

Dengan latar belakang bermasalah di berbagai daerah, dia lantas mempertanyakan pemerintah daerah setempat tidak takut hal serupa bakal terjadi di sini.

Ada perusahaan lainnya yang dinilai lebih baik dengan penawaran yang jauh lebih rendah sebesar Rp70 miliar tetapi kalah. Padahal, Pemprov Kepri dapat berhemat jika memenangkan perusahaan itu. Ini malah perusahaan yang bermasalah yang menang.

Andi Anhar mengemukakan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi terhadap permasalahan itu. Bahkan, menemukan data bahwa kemampuan PT GN tidak sesuai dengan fakta dokumen pelelangan proyek di lapangan.

Akan tetapi, Kelompok Kerja (Pokja) dan Inspektorat Pemrov Kepri telah mengumumkan perusahaan itu memenangi proyek dengan kemampuan dasarnya mencapai 95 sampai dengan 100 persen. Dokumen di internal perusahaan GN berkisar 30 s.d. 70 persen.

Dalam dokumen penawaran dengan pelaksanaan juga berbeda. Misalnya, pengadaan pasir disebutkan dalam dokumen tersebut berasal dari Karimun, sedangkan dalam pelaksanaannya berasal dari Batam dan sejumlah kawasan di Tanjungpinang.

Andi Anhar mengaku punya data soal itu. Apakah legal atau tidak? Dia mempersilakan aparat penegak hukum menyelidikinya.

Di lapangan ditemukan, pelaksana proyek itu adalah Ak, pengusaha asal Tanjungpinang. Bukti kuat ada Ak dalam proyek tersebut dapat dilihat dari anak buahnya yang bekerja pada proyek tersebut.

Jika Ak bekerja sama dengan PT GN, seharusnya  diumumkan di lokasi pengerjaan proyek. Di balik Ak ada kekuatan besar. Hal ini, menurut dia, sudah menjadi rahasia umum.

Andi Anhar juga pernah meminta Pemrov Kepri, khususnya Inspektorat untuk melakukan peninjauan kembali atas berbagai dokumen pemenangan tender proyek Gurindam 12 di Pokja dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) setempat. Dengan melakukan klarifikasi ke Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan notaris.

Mantan anggota DPRD Provinsi Kepri ini menginginkan membangun proyek tetapi tanpa masalah, atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebelumnya, Kepala Biro Administrasi Layanan Pengadaan Pemprov Kepri Misbardi mengatakan bahwa masa pelaksanaan daftar hitam terhadap PT GN, sebagaimana verifikasi yang dilakukan Pokja ULP Kepri, sudah berakhir saat mengikuti lelang proyek Gurindam 12.

Menurut dia, tidak masalah pernah masuk daftar hitam, apalagi masanya sudah berakhir.

Polemik

Proyek penataan kawasan pesisir Gurindam 12 (G12) di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau sampai sekarang belum tuntas.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepri Husnizar Hood  membenarkan polemik dalam pelaksanaan proyek tersebut masih terjadi lantaran tidak masuk dalam rancangan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).

Sejak awal, kata Sekretaris DPD Partai Demokrat Kepri, pembahasannya sampai sekarang masih dipertanyakan karena proyek itu tidak masuk dalam RPJMD. Akan tetapi, tetap dilaksanakan.

Husnizar tidak menjawab apakah dibenarkan proyek senilai Rp487,9 miliar itu dapat dilaksanakan jika tidak masuk dalam RPJMD. Fraksi Demokrat termasuk mempertanyakannya. Dia menjelaskan bahwa Mendagri menyetujui pelaksanaan proyek tersebut.

Ketika Ranperda APBD Kepri 2018 dievaluasi Mendagri, menurut Husnizar, ternyata ada sejumlah proyek dicoret. Namun, Gurindam 12 disetujui.

Husnizar mengatakan bahwa proyek G12 tidak muncul tiba-tiba saat pembahasan Ranperda APBD 2018. Perencanaan proyek itu dibahas pihak eksekutif dengan komisi DPRD Provinsi Kepri.

Anggota Fraksi Keadilan Sejahtera - Persatuan Pembangunan DPRD Kepri Syarafudin Aluan mengatakan bahwa proyek G12 tidak melalui perencanaan yang matang. Proyek itu diusulkan mendadak menjelang persetujuan Ranperda APBD 2018 sehingga banyak anggota legislatif yang kaget.

Posisi Dewan tidak masuk pada proyek itu apakah masuk RPJMD atau tidak. Pada saat itu Kepri mengalami defisit anggaran yang besar, kemudian proyek itu dimasukkan, pihaknya pun menolaknya, kata anggota Komisi I DPRD Provinsi Kepri itu.


Baca juga: Penataan kawasan pesisir proyek Gurindam 12 disebut belum tuntas

Aluan mengatakan bahwa Fraksi Keadilan Sejahtera - Persatuan DPRD Kepri satu-satunya fraksi yang secara tegas menolak pelaksanaan proyek itu karena khawatir akan menimbulkan permasalahan besar jika dipaksakan untuk dilaksanakan.

Jika melalui perencanaan yang matang, menurut dia, Pemprov Kepri dapat menjolok anggaran dari pusat sehingga tidak membebani anggaran daerah meski proyek itu dilaksanakan melalui sistem tahun jamak (2018 s.d. 2020).

Pada tahun ini, menurut dia, Kepri mengalami defisit anggaran karena target penerimaan tidak tercapai.

Sebelumnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Penataan Kawasan Pesisir Gurindam 12 Tanjungpinang Rodi Yantari mengatakan proyek tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bahkan, dia mengatakan bahwa pelaksanaan sesuai dengan perencanaan.

Rodi mengatakan bahwa kontraktor pemenang lelang, PT Gunakarya Nusantara juga sudah mengantongi dokumen amdal.

Proyek itu dilaksanakan sesuai dengan tata ruang laut, tidak mengganggu lalu lintas pelayaran dan sistem pertahanan keamanan Lantamal IV/Tanjungpinang.

Bahan bangunan yang digunakan untuk proyek Penataan Kawasan Pesisir Gurindam 12, legal.

Bahan bangunan yang dipergunakan, seperti pasir dan granit berasal dari pertambangan yang legal. Bahkan, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas ESDM.

Rodi menegaskan pelaksanaan proyek diawasi secara ketat oleh Dinas PUPR Kepri dan institusi berwenang lainnya. Proyek ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah agar dapat dilaksanakan secara maksimal.

Proyek G12 dilaksanakan secara tahun jamak dimulai sejak 2018. Total anggaran pelaksanaan proyek ini Rp487,9 miliar. Pada tahun 2019, Pemprov Kepri mengalokasikan anggaran Rp179 miliar, pada tahun 2020 sebesar Rp220 miliar.

Lahan seluas 15 hektare direklamasi untuk kepentingan megaproyek Gurindam 12 di Tanjungpinang. Lahan tersebut, antara lain, dipergunakan untuk pembangunan jalan lingkar, kawasan peristirahatan dan bermain, lokasi perdagangan, dan pembangunan gedung MTQ.

Baca juga: Lapangan Gurindam 12 lokasi puncak upacara HUT Kemerdekaan Kepri

Berdasarkan data ANTARA, lahan yang direklamasi itu dari depan Gedung Daerah hingga depan monumen Raja Ali Haji. Reklamasi akan dilanjutkan seluas 8 hektare dari Kantor Arsip dan Perpustakaan Tanjungpinang hingga Tugu Pensil.
 
Reklamasi kawasan pesisir itu sudah mendapat izin dari dinas terkait. Kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kepri, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta dinas terkait lainnya.

Diresmikan Jaksa Agung

Terlepas dari permasalahan itu, Jaksa Agung H.M. Prasetyo mendukung Pemerintah Provinsi Kepri melaksanakan megaproyek G12.

Dukungan tersebut disampaikan saat pidato memperingati Hari Ulang Tahun Ke-16 Provinsi Kepri di Gedung Daerah Tanjungpinang pada tanggal 24 September 2018.

Proyek ini menambah infrastruktur jalan, dan keindahan Tanjungpinang. Pembangunan infrastruktur yang diiringi dengan upaya peningkatan sektor pariwisata dan perekonomian, kata Prasetyo kala itu.

Prasetyo memberi apresiasi kepada Pemprov Kepri karena berhasil merealisasikan ide dan gagasan untuk kepentingan daerah dan masyarakat.

Jalan Lingkar G12 menjadi ikon yang akan menarik wisatawan berkunjung ke Kepri. Ketika wisatawan menikmati keindahan Tanjungpinang, kata dia, usaha kecil menengah juga berkembang.

Ada dampak positif yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut. Proyek Gurindam 12 sejalan dengan keinginan pemerintah pusat yang ingin memajukan negeri dari pinggiran atau desa, ujarnya.

Prasetyo mengatakan bahwa pola pembangunan pada era pemerintahan Joko Widodo mengalami perubahan. Hal ini tentunya menguntungkan bagi warga desa. Fokus pembangunan yang biasanya dikenal dengan "jawasentris" berubah menjadi desasentris".

Istilah itu muncul ketika pemerintah memiliki komitmen untuk membangun negeri dari desa atau pesisir. Kepri yang memiliki 1.796 pulau dengan luas lautan mencapai 96 persen, tentu diuntungkan.

Kepri ini rumah yang besar. Menurut dia, harus diisi dengan kebijakan yang prorakyat, ide cemerlang, dan pembangunan yang merata untuk kesejahteraan masyarakat.

Prasetyo menegaskan bahwa pihak kejaksaan mendukung penuh pembangunan daerah. Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum, memiliki komitmen untuk meningkatkan pembangunan di daerah.

Oleh karena itu, pihak kejaksaan akan mengawal dan pengamankan pembangunan di daerah, termasuk di Kepri, agar berjalan maksimal.

Hal ini, kata dia lagi, tidak dapat dilaksanakan jika pemda tidak menginginkannya. Jaksa Agung malah menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan pemda di Kepri yang melibatkan jaksa dalam pengawasan dan pengamanan pembangunan.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019