Mataram (ANTARA) - Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Nusa Tenggara Barat Brigjen Pol Tajuddin, menegaskan bahwa divisi profesi dan pengamanan (propam) sedang menelusuri keterlibatan anggota lainnya dalam kasus suap tahanan rutan.

"Kasus Tuti itu masih panjang prosesnya. Tapi yang jelas, semua yang terlibat pastinya akan diproses," kata Tajuddin yang ditemui Antara usai melaksanakan ibadah shalat Jumat di Masjid Baitussalam Polda NTB.

Baca juga: Jaksa tahan Kompol Tuti terdakwa penerima suap kasus narkoba

Baca juga: Terdakwa suap tahanan Rutan Polda NTB ajukan pengalihan status tahanan

Baca juga: Polda NTB tunggu putusan pengadilan terkait sanksi Kompol Tuti


Sejauh ini, kasus tersebut baru mengungkap keterlibatan Kompol Tuti Mariati, Kasubdit Pengamanan Tahanan (Pamtah) Dittahti Polda NTB nonaktif, polwan yang diduga menerima suap dari para tahanan rutan.

Dalam penanganannya, Kompol Tuti kini sedang menjalani proses penuntutan di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor Mataram. Perkembangan sidangnya masih berjalan di tahap pemeriksaan saksi.

Dari keterangan para mantan tahanan yang telah dihadirkan sebagai saksi ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, muncul pengakuan adanya pemberian uang kepada Kompol Tuti.

Masuknya fasilitas pribadi milik tahanan ke dalam rutan, menjadi ajang Kompol Tuti mendapatkan penghasilan tambahan di luar gajinya sebagai Perwira Menengah (Pamen) Polri.

Terbaru dalam persidangannya, muncul keterangan yang menyatakan bahwa ada harga yang harus diberikan kepada petugas bila tahanan ingin menggunakan "bilik asmara" bersama sang istri. Cukup dengan menyerahkan uang Rp150 ribu, "bilik asmara" sudah dapat dimanfaatkan.

Penggunaan handphone di dalam rutan juga menjadi sasaran, petugas dalam hal ini Kompol Tuti memasang tarif rata-rata Rp300 ribu. Tikar, kasur, selimut, kipas angin, pindah kamar tahanan ke tempat yang lebih privasi, seperti yang didapat penyelundup narkoba asal Perancis, Dorfin Felix, juga disediakan oleh petugas. Semuanya dapat disediakan, asal tahanan mau membayar.

Menanggapi hal tersebut, Wakapolda NTB menegaskan bahwa pungutan yang dilakukan Kompol Tuti sudah bertentangan dengan standar operasional prosedur (SOP) dalam bertugas. Aturan yang melarang masuknya fasilitas tambahan di dalam rutan, menjadi modus Kompol Tuti melakukan pungutan.

"Jadi itu, tidak boleh itu, ada SOP yang harus ditaati, kalau melanggar bisa kena kode etik dan disiplin," ujarnya.

Karena itu, Brigjen Pol Tajuddin kembali menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau jalannya persidangan. Langkah tersebut, jelasnya, dilakukan untuk memantapkan proses penanganan di Divisi Propam Polda NTB.

"Untuk itu kita belum ada (perkembangan), menunggu sidangnya yang sedang berjalan. Tapi nanti kita akan angkat lagi masalah kode etiknya di internal kepolisian," ucap Tajuddin.

Baca juga: Polda NTB limpahkan tersangka polwan penerima suap Dorfin Felix

Baca juga: Pemeriksaan saksi suap imigrasi di Polda NTB berlangsung hingga Jumat

Baca juga: Penyidik Polda NTB tidak temukan bukti suap Rp10 miliar

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019