Jakarta (ANTARA) - Kanit III Subdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri AKBP Irwansyah memberikan kuliah umum mengenai strategi pencegahan dan penanganan hoaks dan ujaran kebencian di media sosial, di hadapan para mahasiswa Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Lemdiklat Polri, Lembang, Bandung, Jawa Barat, Rabu.

Dari siaran pers yang diterima Antara, menyebutkan Irwansyah dalam kuliah umum tersebut memaparkan keistimewaan media sosial dan faktor-faktor penyebab informasi hoaks dan ujaran kebencian marak di media sosial.

Ia menjelaskan, informasi hoaks dan ujaran kebencian melalui media sosial diimplementasikan dalam beberapa bentuk yakni pencemaran nama baik, penghinaan dan fitnah, pengancaman dan pemerasan, berita bohong, penodaan agama dan ujaran kebencian.

Tujuan penyebaran informasi hoaks yakni mengajak publik mempercayai hal yang salah sebagai kebenaran, untuk membohongi atau mengkhianati publik dan menciptakan kesan-kesan personal tertentu di mata publik.

Informasi hoaks marak karena kemajuan teknologi informasi yang didukung jaringan internet yang cepat dan rendahnya minat baca masyarakat dalam mencari kebenaran informasi.

Ia menambahkan, berkembangnya hoaks dan ujaran kebencian di media sosial juga disebabkan tidak banyak warganet yang mengetahui dan memahami bahwa ada aturan dalam berinteraksi secara daring.

"Sebenarnya ada etika digital, hak dan tanggung jawab digital, aspek hukum di dalam masyarakat dan aspek keamanan digital," kata Irwansyah.

​Pihaknya meminta para anggota polisi agar waspada terhadap penyebaran informasi hoaks di media sosial. Pasalnya penyebaran informasi hoaks bisa mengakibatkan perpecahan, fakta tidak lagi dipercaya, menguntungkan pihak tertentu dan mengakibatkan konflik horizontal hingga genosida.

"Langkah dan pencegahan hukum ada tiga, preemtif, preventif dan penegakkan hukum," ujar Irwansyah.
​​​​​​
Irwansyah mengatakan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah melakukan berbagai upaya untuk menangkal hoaks yang berkembang di media sosial.

"Kami melakukan preemtif atau sosialisasi kepada masyarakat. Kemudian melakukan upaya preventif atau memblokir akun-akun yang diduga telah membuat informasi tidak benar dan menyebarkannya. Langkah ketiga melakukan penegakan hukum agar pelaku jera sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," katanya. 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019