Jakarta (ANTARA News) - Papua merupakan provinsi dengan jumlah kasus tertinggi kekerasan terhadap perempuan yakni mencapai 1.360 kasus untuk setiap 10.000 perempuan, kata Wakil Ketua Bidang Program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dr Margaretha Hanita.
"Papua sebenarnya yang tertinggi meskipun berbagai data menyebut DKI Jakarta adalah yang tertinggi," kata Margaretha pada Simposium "Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Peran Perempuan dalam Pendidikan dan Pembentukan Karakter Bangsa" di Jakarta, Selasa.
Komnas Perempuan mencatat pada 2012 ada 1.699 kasus kekerasan terhadap perempuan di DKI Jakarta yang merupakan angka tertinggi dibanding provinsi lain, seperti Jawa Timur 1.593 kasus dan Jawa Barat 1.352 kasus, demikian pula data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan 30 pengaduan.
"Angka itu karena di Jakarta banyak perempuan yang berani mengadu dan lebih luasnya akses untuk mengajukan pengaduan," katanya.
Kebanyakan (56 persen) merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga, 24 persen kekerasan seksual, 18 persen perdagangan perempuan dan kasus lainnya dua persen, ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ella Yulaelawati mengatakan, Indonesia memang masih memprihatinkan dalam masalah gender dimana pada 2012 Indonesia berada di peringkat 108 dari 169 negara dalam Indeks Pembangunan Gender.
"Indonesia juga tercatat merupakan negara pemasok terbesar perdagangan anak perempuan, antara lain untuk prostitusi, pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan eksploatatif lainnya," kata Ella.
Sementara itu Rektor Uhamka Prof Dr Suyatno mengatakan pemahaman tentang gender dan pemberdayaan perempuan sangat penting karena di tangan seorang ibulah generasi penerus bangsa dibentuk.
"Jika rumah tangga tidak dijaga agar harmonis dan nyaman bagi anak-anak, maka mereka tak betah dan akan mencari di luar rumah, akibatnya adalah generasi yang tidak memiliki karakter. Remaja-remaja yang jadi anggota geng motor itu antara lain karena keluarganya berantakan," katanya.
"Papua sebenarnya yang tertinggi meskipun berbagai data menyebut DKI Jakarta adalah yang tertinggi," kata Margaretha pada Simposium "Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Peran Perempuan dalam Pendidikan dan Pembentukan Karakter Bangsa" di Jakarta, Selasa.
Komnas Perempuan mencatat pada 2012 ada 1.699 kasus kekerasan terhadap perempuan di DKI Jakarta yang merupakan angka tertinggi dibanding provinsi lain, seperti Jawa Timur 1.593 kasus dan Jawa Barat 1.352 kasus, demikian pula data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan 30 pengaduan.
"Angka itu karena di Jakarta banyak perempuan yang berani mengadu dan lebih luasnya akses untuk mengajukan pengaduan," katanya.
Kebanyakan (56 persen) merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga, 24 persen kekerasan seksual, 18 persen perdagangan perempuan dan kasus lainnya dua persen, ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ella Yulaelawati mengatakan, Indonesia memang masih memprihatinkan dalam masalah gender dimana pada 2012 Indonesia berada di peringkat 108 dari 169 negara dalam Indeks Pembangunan Gender.
"Indonesia juga tercatat merupakan negara pemasok terbesar perdagangan anak perempuan, antara lain untuk prostitusi, pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan eksploatatif lainnya," kata Ella.
Sementara itu Rektor Uhamka Prof Dr Suyatno mengatakan pemahaman tentang gender dan pemberdayaan perempuan sangat penting karena di tangan seorang ibulah generasi penerus bangsa dibentuk.
"Jika rumah tangga tidak dijaga agar harmonis dan nyaman bagi anak-anak, maka mereka tak betah dan akan mencari di luar rumah, akibatnya adalah generasi yang tidak memiliki karakter. Remaja-remaja yang jadi anggota geng motor itu antara lain karena keluarganya berantakan," katanya.