Jayapura (Antara Papua) - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Provinsi Papua dan Papua Barat menyatakan prihatin dan mengecam kekerasan yang menimpa wartawan Jaya TV saat peliputan jurnalistik pada Jumat (10/10) sore di Kota Jayapura.

"IJTI Papua sangat prihatin terhadap kekerasan yang menimpa jurnalis di Jayapura, terutama penikaman yang menimpa Findi Rakmeni wartawan tv lokal, dan pengancaman terhadap wartawan RRI Jayapura," kata Ketua IJTI Papua dan Papua Barat Ricardo Hutahaean saat dihubungi dari Jayapura, Sabtu.

Ricardo yang juga kontributor Metro Tv itu mengaku tengah menghadiri Konferensi Internasional Jurnalis Televisi Asia-Pasifik (IJTAP) di Manado, Sulawesi Utara, yang akan berlangsung hingga Minggu (12/10) malam.

Dia mengatakan, kekerasan yang menimpa Findi dan wartawan RRI Jayapura itu diduga dilakukan oleh oknum pegawai pemerintah dan salah satu pejabat di Kota Jayapura

"Untuk itu, IJTI Papua dan Papua Barat akan terus menyuarakan kebebasan pers dan mengusut tuntas kasus ini sampai ke ranah hukum.

Dan secara khusus akan kemukakan kasus ini di dalam konferensi IJTAP agar mendapat perhatian," katanya.

Selain kasus penikaman terhadap wartawan TV lokal Findy Rakmeni, kasus lain adalah pengacaman terhadap wartawan RRI Lina Umasugi yang diancam akibat memberitakan kasus korupsi seorang anggota DPR Kota Jayapura yang baru saja dilantik.

Wartawan RRI tersebut didatangi sekelompok orang ditempat kantor RRI Nusantara V Jayapura dengan alamat Jalan Tasangkapura, Dsirtik Jayapura Selatan, Kota Jayapura dan melakukan pengancaman.

"Saya telah minta Kabid Advokasi dan Kesejahteraan IJTI Papua untuk memantau kasus ini secara khusus, dan sekembali dari Manado, kami akan segera melakukan advokasi hingga kasus ini tuntas," katanya.

Sementara itu, Kabid Advokasi dan Kesejahteraan IJTI Papua Chanry Andrew Suripatty mengatakan telah mengumpulkan sejumlah data dan fakta terkait dua kasus kekerasan dan pengancaman yang menimpa jurnalis di Jayapura.

"Maaf mas saya masih di Manado lagi ikut kegiatan, tapi untuk dua kasus tersebut, saya sudah mengambil langkah-langkah yaitu mengumpulkan data dan fakta terhadap dua peristiwa itu. Intinya kami tetap akan mengadvokasi kasus itu," ujar Chanry.

Menurut kontributor TV nasional itu, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, pers dilindungi Undang-undang, menurut Pasal 3 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Selain itu, Pasal 4 ayat 3 menyebutkan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi, dan sesuai pasal 6 d disebutkan pers nasional berperan melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

"Pelaku kekerasan harus di tindak tegas oleh pihak penegak hukum, siapa pun itu yang melakukan pelanggaran hukum harus menerima konsekuensi diproses hukum," ujarnya.

Mengenai kasus pengancaman terhadap wartawan RRI, menurut dia, siapa pun tidak berhak melakukan pengancaman terhadap jurnalis yang menginformsikan data dan fakta publik untuk diketahui masyarakat.

"Bagi yang merasa dirugikan dengan pemberitaan dapat menempuh cara penyelesaian melalui UU Pers, tidak main ancam saja, kalaupun tidak puas bisa mengadu ke Dewan Pers, bila tidak puas barulah menempuh jalur hukum," katanya.

Pada Jumat (10/10), Findi Rakmeni wartawan Jaya TV dipukul dan ditikam oleh oknum Satpol PP Kota Jayapura Martinus Luther Manufandu alias Basten Manufandu, saat melakukan tugas jurnalistik yakni meliput kasus kecelakaan lalu lintas di daerah Entrop, Kota Jayapura.

Sementara wartawan RRI Lina Umasugi diancam oleh sekelompok orang karena memberitakan kasus korupsi yang diduga melibatkan anggota DPRD Kota Jayapura yang baru saja dilantik beberapa hari lalu. (*)

Pewarta : Pewarta: Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024