Timika (Antara Papua) - Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, hingga kini belum pernah melakukan mediasi terhadap kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pekerja PT Redpath Indonesia, salah satu perusahaan kontraktor di lingkungan PT Freeport Indonesia.
Kepala Disnakertrans & PR Mimika Dionisius Mameyau kepada Antara di Timika, Rabu, mengatakan jajarannya belum bisa melakukan mediasi terhadap masalah PHK 125 orang pekerja PT Redpath lantaran hingga kini perusahaan itu belum menyerahkan berita acara proses bipartit antara manajemen dengan perwakilan pekerja beberapa waktu lalu.
Proses bipartit tersebut, kata Dionisius, menemui jalan buntu.
"Kami tidak bisa melakukan mediasi kalau perusahaan belum menyerahkan berita acara proses bipartit yang tidak selesai itu. Makanya kami minta PT Redpath segera menyerahkan berita acara proses bipartit itu ke Disnaker," jelas Dionisius.
Ia mengakui sebanyak 125 orang pekerja PT Redpath Indonesia telah di-PHK secara sepihak oleh manajemen perusahaan itu sejak April.
Manajemen perusahaan melakukan PHK ratusan pekerjanya setelah adanya aksi mogok kerja untuk menuntut hak mereka beberapa waktu lalu.
Terhadap masalah itu, Disnakertrans Mimika sudah pernah melakukan fasilitasi. Namun upaya fasilitasi yang dilakukan Disnakertrans Mimika tidak membuahkan hasil lantaran manajemen perusahaan dan para pekerja bertahan pada prinsip masing-masing.
Menurut Dionisius, sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan, penyelesaian sengketa hubungan industrial harus melalui proses mediasi oleh pegawai perantara Dinas Tenaga Kerja sebelum diajukan ke Peradilan Hubungan Industrial (PHI).
Sebuah gugatan yang diajukan ke PHI tanpa melalui proses mediasi maka gugatan tersebut akan ditolak oleh PHI.
"Teman-teman tidak bisa langsung membawa masalah ini ke PHI di Jayapura tanpa proses mediasi di Dinas Tenaga Kerja, pasti ditolak," katanya.
Dionisius juga membenarkan bahwa Bupati Mimika Eltinus Omaleng pernah menyurati manajemen PT Redpath agar mempekerjakan kembali 125 pekerja yang telah di-PHK. Namun perusahaan itu bergeming dengan tidak menghiraukan surat Bupati Mimika.
"Bupati sudah menyurati manajemen Redpath agar perusahaan bisa mempekerjakan kembali 125 pekerja yang di-PHK, tapi perusahaan menolak untuk menerima mereka kembali bekerja," ujar Dionisius.
Kasus PHK massal pekerja PT Redpath Indonesia juga mendapat perhatian dari anggota Komisi II DPR-Papua Wilhelmus Pigai.
Beberapa waktu lalu Wilhelmus secara khusus datang dari Jayapura ke Timika untuk menemui para pekerja PT Redpath.
"Saya sudah mendengar semua aspirasi mereka dan saya akan laporkan hal ini kepada pimpinan DPR-Papua untuk dibicarakan dalam rapat badan musyawarah," kata politisi dari Partai Hanura itu.
Wilhelmus menyayangkan adanya kebijakan PHK massal pekerja PT Redpath yang sebagian besar merupakan pekerja asli Papua. Apalagi proses PHK massal pekerja PT Redpath itu tanpa melalui proses peradilan di PHI Jayapura.
Ketua PUK SPSI PT Redpath Indonesia Yesayas Mickhael Adadikam berharap DPR-Papua serius untuk menangani masalah tersebut. (*)
Kepala Disnakertrans & PR Mimika Dionisius Mameyau kepada Antara di Timika, Rabu, mengatakan jajarannya belum bisa melakukan mediasi terhadap masalah PHK 125 orang pekerja PT Redpath lantaran hingga kini perusahaan itu belum menyerahkan berita acara proses bipartit antara manajemen dengan perwakilan pekerja beberapa waktu lalu.
Proses bipartit tersebut, kata Dionisius, menemui jalan buntu.
"Kami tidak bisa melakukan mediasi kalau perusahaan belum menyerahkan berita acara proses bipartit yang tidak selesai itu. Makanya kami minta PT Redpath segera menyerahkan berita acara proses bipartit itu ke Disnaker," jelas Dionisius.
Ia mengakui sebanyak 125 orang pekerja PT Redpath Indonesia telah di-PHK secara sepihak oleh manajemen perusahaan itu sejak April.
Manajemen perusahaan melakukan PHK ratusan pekerjanya setelah adanya aksi mogok kerja untuk menuntut hak mereka beberapa waktu lalu.
Terhadap masalah itu, Disnakertrans Mimika sudah pernah melakukan fasilitasi. Namun upaya fasilitasi yang dilakukan Disnakertrans Mimika tidak membuahkan hasil lantaran manajemen perusahaan dan para pekerja bertahan pada prinsip masing-masing.
Menurut Dionisius, sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan, penyelesaian sengketa hubungan industrial harus melalui proses mediasi oleh pegawai perantara Dinas Tenaga Kerja sebelum diajukan ke Peradilan Hubungan Industrial (PHI).
Sebuah gugatan yang diajukan ke PHI tanpa melalui proses mediasi maka gugatan tersebut akan ditolak oleh PHI.
"Teman-teman tidak bisa langsung membawa masalah ini ke PHI di Jayapura tanpa proses mediasi di Dinas Tenaga Kerja, pasti ditolak," katanya.
Dionisius juga membenarkan bahwa Bupati Mimika Eltinus Omaleng pernah menyurati manajemen PT Redpath agar mempekerjakan kembali 125 pekerja yang telah di-PHK. Namun perusahaan itu bergeming dengan tidak menghiraukan surat Bupati Mimika.
"Bupati sudah menyurati manajemen Redpath agar perusahaan bisa mempekerjakan kembali 125 pekerja yang di-PHK, tapi perusahaan menolak untuk menerima mereka kembali bekerja," ujar Dionisius.
Kasus PHK massal pekerja PT Redpath Indonesia juga mendapat perhatian dari anggota Komisi II DPR-Papua Wilhelmus Pigai.
Beberapa waktu lalu Wilhelmus secara khusus datang dari Jayapura ke Timika untuk menemui para pekerja PT Redpath.
"Saya sudah mendengar semua aspirasi mereka dan saya akan laporkan hal ini kepada pimpinan DPR-Papua untuk dibicarakan dalam rapat badan musyawarah," kata politisi dari Partai Hanura itu.
Wilhelmus menyayangkan adanya kebijakan PHK massal pekerja PT Redpath yang sebagian besar merupakan pekerja asli Papua. Apalagi proses PHK massal pekerja PT Redpath itu tanpa melalui proses peradilan di PHI Jayapura.
Ketua PUK SPSI PT Redpath Indonesia Yesayas Mickhael Adadikam berharap DPR-Papua serius untuk menangani masalah tersebut. (*)