Timika (Antara Papua) - Lebih dari 200 warga negara asing (WNA) yang bekerja di perusahaan tambang PT Freeport Indonesia dan sejumlah perusahaan subkontraktornya murni berprofesi sebagai pekerja berdasarkan kualitas keahlian yang dimilikinya.

Hal itu ditegaskan oleh Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie di Timika, Kamis.

"Sementara ini sesuai data yang ada mereka memang benar-benar berprofesi sebagai pekerja di bagian pertambangan dengan keahlian teknis yang mereka miliki masing-masing. Namun demikian kita tentu harus mempelajari lebih mendalam tentang keberadaan mereka," kata Ronny.

Ia menegaskan perlunya mempelajari secara mendalam data-data para pekerja asing yang bekerja di PT Freeport dan berbagai perusahaan investasi asing lainnya untuk mencegah jangan sampai para pekerja asing tersebut juga memiliki misi-misi tertentu.

"Kita akan bekerja sama dengan jaringan intelijen institusi yang lain sehingga diharapkan bisa mendapatkan informasi tersebut," jelas Ronny.

Hingga saat ini diketahui terdapat lebih dari 200 pekerja WNA yang bekerja di lingkungan perusahaan tambang PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Mimika, Provinsi Papua. Ditambah dengan anggota keluarga mereka, WNA yang berdomisili di Kota Tembagapura berjumlah sebanyak 928 orang.

Ronny mengatakan salah satu tugas Ditjen Imigrasi melalui Direktorat Intelijen yaitu menggandeng seluruh jaringan intelijen dari semua institusi pemerintah yang ada di setiap daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) untuk melihat keberadaan orang asing.

Melalui kerja sama dimaksud dapat dideteksi apakah keberadaan orang asing tersebut cukup membahayakan seperti melakukan kegiatan-kegiatan yang berimplikasi pada masalah kejahatan kriminalitas atau kejahatan politik dan lainnya.

"Kerja sama dengan semua jaringan intelijen di daerah sangat penting dan sangat strategis. Itu harus ditingkatkan. Memang selama ini sudah dilakukan oleh para Kakanim (Kepala Kantor Imigrasi) di bawah dukungan kepala divisi keimigrasian Kanwil Kemenkumham di tingkat provinsi, namun ini harus diperkuat," jelasnya.

Perkuatan kerja sama itu, katanya, untuk dapat mendeteksi potensi ada warga negara asing melakukan kegiatan mata-mata, spionase yang berimplikasi pada kejahatan transnasional.

Jika ditemukan kasus-kasus seperti itu, pihak imigrasi akan menyerahkan penanganan masalah orang asing tersebut kepada institusi lain yang berkompeten untuk mendapat penanganan hukum berlanjut.

Namun jika tidak dapat dilakukan penegakan hukum kepada orang asing yang diduga melakukan pelanggaran keimigrasian maka langkah terakhir yang dilakukan yaitu mendeportasi yang bersangkutan kembali ke negara asalnya. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024