Jayapura (Antara Papua) - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Keerom, Provinsi Papua, ingin membangun tugu Pancasila di Kampung Skofro tak jauh dari tapal batas RI-PNG.

"Kami akan canangkan (ingin) pembangunan tugu Pancasila di Kampung Skofro," kata Ketua DPD KNPI Keerom Piter Gusbager di Jayapura, Papua, Senin.

Menurut dia, tugu Pancasila perlu dibangun atau didirikan di Kampung Skofro dengan harapan nilai-nilai luhur yang terkandung didalam sila Pancasila terus mengakar kepada generasi muda hingga anak cucu yang tinggal ditapas batas, garda terdepan bangsa.

"Skofro akan jadi kampung binaan agar masyarakatnya yang masih tertinggal mendapat sentuhan pembangunan disemua bidang. Kami akan mencari pendanaannya untuk bangun itu, sehingga tugu Pancasila bisa menjadi pilar dan nilai-nilai luhur yang perlu dimaknai oleh masyarakat disana," ujarnya.

"Dengan demikian, bisa kuat dan bertahan dalam tantangan jaman moderen dan globalisasi dan tantangan-tangan lainnya," sambungnya.

Mengenai pengibaran bendera merah putih raksasa di lapangan sepak bola Kampung Skofro pada Minggu (1/5) sore, kata Piter, itu merupakan pesan yang harus disampaikan ke semua rakyat Papua, khususnya generasi muda dari 17 tahun hingga 40 tahun.

"Bahwa kita semua harus bersyukur kepada Tuhan, karena tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, itu yang pertama. Kedua, kita harus berterima kasih kepada NKRI yang telah membangun negeri ini," katanya.

Menurut dia, selama ini antara pemerintah pusat dan Papua terjadi `mis understanding dan mis trust` atau ketidakpercayaan antara Papua dan Jakarta, sehingga yang harus terus dilakukan adalah menumbuhkan rasa saling percaya.

"Untuk itu harus ada transparansi antara Jakarta untuk merebut hati orang Papua. Untuk merebut hati orang Papua, maka tidak usah bicara terlalu lebar, orang Papua akan terbuka dengan hati yang iklas lewat pembangunan di segala bidang dan peristiwa integrasi yang diributkan itu tentu sudah selesai dan sudah final," katanya.

"Jadi jangan ada pendapat bahwa integrasi itu belum selesai, integrasi itu sudah selesai. Buktinya kami gelar kibar bendera Merah Putih raksasa. Saya dari generasi Suharto tidak lama lagi sudah tua, jadi menurut saya sudah selesai integrasi, masyarakat Papua sejak 1960 tinggal di hutan belantara," katanya.

Sementara untuk di Keerom, ada tiga fase besar yang terjadi, pertama fase sebelum hadir transmigrasi dan kelapa sawit, lalu fase setelah hadir transmigrasi dan kelapa sawit dan fase ketiga hadirnya Kabupaten Keerom.

"Tentunya ini ada tiga gap besar, sehingga masyarakat asli terus termarjinalkan, tersisi, terbelakang, kemudian orang transmigrasi jadi warga kelas kedua. Namun orang dengan modal kecil dan modal besar hadir disini menjadi nomor satu," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Piter, sudah seharusnya pemerintah berkewajiban untuk memperkecil gap atau jurang itu, sehingga saudara-saudara di Papua, seperti di tapal batas Kampung Skofro tidak termajinalisasi dan menjadi korban dari gejolak sosial yakni narkoba dan macam-macam lainnya.

"Ini adalah gejala sosial dari akar persoalan yang sebenarnya bukan dari narkoba, tapi kemiskinan, ketidakperhatian, tidak ada aksesbilitas, jalan di Skofro menjadi jalan setapak peredaran narkoba, peredaran barang haram itu," katanya.

Guna memutus mata rantai narkoba yang melewati Kampung Skofro, ungkap Piter, perlu dilakukan pembangunan di semua sektor, pembangunan jalan ditingkatkan, pendidikan digenjot dan kesehatan diperhatikan.

"Tata niaga narkoba itu, perdagangan gelap barang haram itu, bisa hilang hanya dengan membuka akses, terkoneksi dengan baik disemua bidang, sehingga pasar gelap ini putus, meski ada jalan-jalan lainnya, tapi perhatian perlu dilakukan," kata Piter, anak asli Arso, Kabupaten Keerom. (*)

Pewarta : Pewarta: Alfian Rumagit
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024