Jayapura (Antara Papua) - Anggota Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan Roberth Rouw menyatakan prihatin atas peredaran vaksin palsu secara masif di tengah masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal ini Kemenkes dan BPOM.
"Kita tentu sangat prihatin dengan peredaran vaksin secara masif, tapi yang lebih penting bagaimana pertanggungjawaban Kemenkes dan BPOM," kata Roberth Rouw dalam siaran pers yang diterima Antara di Kota Jayapura, Papua, Minggu.
Dikatakan, Kemenkes dan BPOM harus bertanggung jawab atas peredaran vaksin palsu selama ini di masyarakat sehingga jalan ada kesan negara telah membiarkan ini terjadi bertahun-tahun.
Politisi asal Papua itu berharap, Kemenkes dapat berkoordinasi dengan baik dengan BPOM dan Polri dalam mengusut jalur distribusi vaksin palsu dari hulu hingga ke hilir.
Apalagi hingga kini satgas penanganan vaksin palsu sudah terbentuk. Sehingga, peredaran vaksin palsu bisa dengan mudah dihentikan.
"Jalur distribusi vaksin palsu harus di putus, kita harus hentikan. Kemenkes BPOM dan Polri harus mengusut ini hingga tuntas," pintanya.
Selain itu, Roberth juga meminta kepada Satgas penanganan vaksin palsu untuk bekerja secara profesional dalam menjerat dan menghukum pelaku, baik itu pembuat ataupun distributor,
"Tangkap si pembuat dan distributor vaksin palsu, jangan tebang pilih, hukum seberat-beratnya," katanya.
Roberth juga menyesali kinerja BPOM dalam hal pengawasan produk kesehatan yang tidak bekerja dengan baik. Sebab, sudah 13 tahun dari sejak 2003 lalu peredaran vaksin palsu telah tersebar di masyarakat.
Meski efek samping dari vaksin palsu tersebut belum diketahui, akan tetapi hal tersebut sangat membahayakan bagi dunia kesehatan di Indonesia.
"Kinerja pengawasan BPOM sangat lemah dan terkesan tidak berguna, 13 tahun sudah kita kebobolan dengan vaksin palsu. Itu baru satu produk kesehatan yang sudah ketahuan palsu, dan mungkin masih banyak produk kesehatan lain yang palsu dan lebih membahayakan dan berefek pada kematian bagi masyarakat," sesal Roberth.
Karena itu, ia mendukung langkah Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek dalam pemberian sanksi kepada rumah sakit dan tenaga kesehatan yang membeli serta menggunakan vaksin palsu tersebut dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Harus ada sanksi tegas bagi mereka yang sudah mengetahui dan malah menggunakan vaksin palsu tersebut," kata Roberth. (*)
"Kita tentu sangat prihatin dengan peredaran vaksin secara masif, tapi yang lebih penting bagaimana pertanggungjawaban Kemenkes dan BPOM," kata Roberth Rouw dalam siaran pers yang diterima Antara di Kota Jayapura, Papua, Minggu.
Dikatakan, Kemenkes dan BPOM harus bertanggung jawab atas peredaran vaksin palsu selama ini di masyarakat sehingga jalan ada kesan negara telah membiarkan ini terjadi bertahun-tahun.
Politisi asal Papua itu berharap, Kemenkes dapat berkoordinasi dengan baik dengan BPOM dan Polri dalam mengusut jalur distribusi vaksin palsu dari hulu hingga ke hilir.
Apalagi hingga kini satgas penanganan vaksin palsu sudah terbentuk. Sehingga, peredaran vaksin palsu bisa dengan mudah dihentikan.
"Jalur distribusi vaksin palsu harus di putus, kita harus hentikan. Kemenkes BPOM dan Polri harus mengusut ini hingga tuntas," pintanya.
Selain itu, Roberth juga meminta kepada Satgas penanganan vaksin palsu untuk bekerja secara profesional dalam menjerat dan menghukum pelaku, baik itu pembuat ataupun distributor,
"Tangkap si pembuat dan distributor vaksin palsu, jangan tebang pilih, hukum seberat-beratnya," katanya.
Roberth juga menyesali kinerja BPOM dalam hal pengawasan produk kesehatan yang tidak bekerja dengan baik. Sebab, sudah 13 tahun dari sejak 2003 lalu peredaran vaksin palsu telah tersebar di masyarakat.
Meski efek samping dari vaksin palsu tersebut belum diketahui, akan tetapi hal tersebut sangat membahayakan bagi dunia kesehatan di Indonesia.
"Kinerja pengawasan BPOM sangat lemah dan terkesan tidak berguna, 13 tahun sudah kita kebobolan dengan vaksin palsu. Itu baru satu produk kesehatan yang sudah ketahuan palsu, dan mungkin masih banyak produk kesehatan lain yang palsu dan lebih membahayakan dan berefek pada kematian bagi masyarakat," sesal Roberth.
Karena itu, ia mendukung langkah Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek dalam pemberian sanksi kepada rumah sakit dan tenaga kesehatan yang membeli serta menggunakan vaksin palsu tersebut dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Harus ada sanksi tegas bagi mereka yang sudah mengetahui dan malah menggunakan vaksin palsu tersebut," kata Roberth. (*)