Timika (Antara Papua) - Polres Mimika membantu penyidik Polres Jakarta Timur mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan guna mengusut dugaan praktik eksploitasi anak, termasuk anak-anak Papua di lokasi penampungan di Jalan Intisari Raya, Kalisari, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon di Timika, Selasa, mengatakan jajarannya akan membantu penyidik Satuan Reskrim Polres Jakarta Timur untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung yang diperlukan mengingat dua orang korban berasal dari Timika.
"Tentu saja kami akan membantu rekan-rekan dari Polres Jakarta Timur untuk penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Pasti akan ada temuan-temuan terbaru mengingat beberapa korban berasal dari Timika. Kami akan mencari tahu, siapa saja jaringan pelaku yang ada di Timika, apa motivasi mereka mengirim anak-anak itu ke Jakarta," jelas Victor.
Victor mengatakan dua dari tujuh anak yang ditampung oleh tersangka SK sudah kembali ke Timika.
Kedua anak itu atas nama Kristin dan Magda. Mereka tiba di Timika dengan penerbangan pesawat dari Jakarta pada Senin (20/2) pagi.
Adapun dua orang anak Papua lainnya sudah dikembalikan ke Semarang karena mereka tinggal bersama orang tuanya di kota tersebut.
"Kami tetap membangun komunikasi dengan rekan-rekan di Polres Jakarta Timur. Data-data apa yang mereka butuhkan untuk penyelidikan dan penyidikan kasus ini akan kami bantu," kata Victor.
Adapun kedua bocah perempuan yaitu Kristin dan Magda yang lebih dari satu tahun ditampung oleh tersangka SK, kini diberikan pendampingan oleh pihak Kantor Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Mimika beserta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak/P2TP2 Kabupaten Mimika.
Victor mengajak semua pemangku kepentingan di Mimika agar menjadikan kasus tersebut sebagai pelajaran penting untuk diambil hikmahnya.
"Ini pembelajaran untuk kita semua agar lebih memberi perhatian khusus kepada anak-anak kita di Timika. Apabila ada hal-hal mencurigakan, bisa dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan. Ada polisi, ada P2TP2, ada Pemda. Perlu ada sosialisasi terus-menerus ke masyarakat tentang pentingnya memberi perhatian terhadap tumbuh kembangnya anak-anak kita. Jangan mudah percaya kepada orang-orang baru," ujar Victor.
Kasus dugaan eksploitasi sejumlah anak di bawah umur di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur itu diungkap oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) bekerja sama dengan Polres Jakarta Timur.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kasus itu terungkap Jumat (17/2).
Dari lokasi penampungan tersebut, Komnas Perlindungan Anak mendapati tujuh orang anak. Empat orang diantaranya berasal dari Timika, Papua. Sedangkan tiga anak yang lain dilaporkan berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur.
Arist mengatakan, SK dalam aksinya datang langsung ke Timika, Papua.
Tersangka SK menemui orangtua korban kemudian menjanjikan bahwa anaknya akan dimasukan ke seminari atau disekolahkan di sekolah Katolik di Jakarta.
Setelah dua tahun berpisah, kata Arist, terungkap bahwa penampungan tersebut tidak layak sebagai penampungan anak-anak.
Selama ini, anak-anak itu hidup berpindah tempat.
Bahkan menurut informasi yang beredar, anak-anak tersebut diesploitasi tenaganya seperti diminta berjoged saat ada tamu yang datang ke tempat penampungan mereka. (*)
Kapolres Mimika AKBP Victor Dean Mackbon di Timika, Selasa, mengatakan jajarannya akan membantu penyidik Satuan Reskrim Polres Jakarta Timur untuk mengumpulkan bukti-bukti pendukung yang diperlukan mengingat dua orang korban berasal dari Timika.
"Tentu saja kami akan membantu rekan-rekan dari Polres Jakarta Timur untuk penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Pasti akan ada temuan-temuan terbaru mengingat beberapa korban berasal dari Timika. Kami akan mencari tahu, siapa saja jaringan pelaku yang ada di Timika, apa motivasi mereka mengirim anak-anak itu ke Jakarta," jelas Victor.
Victor mengatakan dua dari tujuh anak yang ditampung oleh tersangka SK sudah kembali ke Timika.
Kedua anak itu atas nama Kristin dan Magda. Mereka tiba di Timika dengan penerbangan pesawat dari Jakarta pada Senin (20/2) pagi.
Adapun dua orang anak Papua lainnya sudah dikembalikan ke Semarang karena mereka tinggal bersama orang tuanya di kota tersebut.
"Kami tetap membangun komunikasi dengan rekan-rekan di Polres Jakarta Timur. Data-data apa yang mereka butuhkan untuk penyelidikan dan penyidikan kasus ini akan kami bantu," kata Victor.
Adapun kedua bocah perempuan yaitu Kristin dan Magda yang lebih dari satu tahun ditampung oleh tersangka SK, kini diberikan pendampingan oleh pihak Kantor Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Mimika beserta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak/P2TP2 Kabupaten Mimika.
Victor mengajak semua pemangku kepentingan di Mimika agar menjadikan kasus tersebut sebagai pelajaran penting untuk diambil hikmahnya.
"Ini pembelajaran untuk kita semua agar lebih memberi perhatian khusus kepada anak-anak kita di Timika. Apabila ada hal-hal mencurigakan, bisa dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan. Ada polisi, ada P2TP2, ada Pemda. Perlu ada sosialisasi terus-menerus ke masyarakat tentang pentingnya memberi perhatian terhadap tumbuh kembangnya anak-anak kita. Jangan mudah percaya kepada orang-orang baru," ujar Victor.
Kasus dugaan eksploitasi sejumlah anak di bawah umur di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur itu diungkap oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) bekerja sama dengan Polres Jakarta Timur.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kasus itu terungkap Jumat (17/2).
Dari lokasi penampungan tersebut, Komnas Perlindungan Anak mendapati tujuh orang anak. Empat orang diantaranya berasal dari Timika, Papua. Sedangkan tiga anak yang lain dilaporkan berasal dari Flores, Nusa Tenggara Timur.
Arist mengatakan, SK dalam aksinya datang langsung ke Timika, Papua.
Tersangka SK menemui orangtua korban kemudian menjanjikan bahwa anaknya akan dimasukan ke seminari atau disekolahkan di sekolah Katolik di Jakarta.
Setelah dua tahun berpisah, kata Arist, terungkap bahwa penampungan tersebut tidak layak sebagai penampungan anak-anak.
Selama ini, anak-anak itu hidup berpindah tempat.
Bahkan menurut informasi yang beredar, anak-anak tersebut diesploitasi tenaganya seperti diminta berjoged saat ada tamu yang datang ke tempat penampungan mereka. (*)