Timika (Antara Papua) - Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, menyurati Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan (PUK SP-KEP) SPSI PT Freeport Indonesia agar mendorong karyawan kembali bekerja.
"SPSI PT Freeport Indonesia diharapkan agar mendorong karyawan yang mogok kerja mendaftar untuk kembali bekerja guna menghindari adanya PHK massal," kata Kepala Disnakertrans-PR Mimika Septinus Soumilena di Timika, Selasa.
Ia mengatakan anjuran agar karyawan yang mogok mendaftar untuk kembali bekerja lantaran perusahaan memberikan tenggat waktu terbatas hingga tanggal 18 Mei 2017.
"Kemarin (Senin 15 Mei 2017) kami sudah mengirim surat ke PUK SPSI PT Freeport supaya mereka memobilisasi karyawan untuk mendaftar kembali. Kesempatan untuk bekerja kembali hanya dibatasi hingga tanggal 18 Mei ini. Mohon rekan-rekan karyawan yang selama ini mogok agar memanfaatkan kesempatan ini," kata Septinus.
Ia menegaskan Disnakertrans-PR Mimika sejak awal tidak mendukung langkah mogok kerja yang dilakukan oleh ribuan karyawan PT Freeport pada 1 Mei 2017 dan diikuti oleh karyawan perusahaan privatisasi dan kontraktor Freeport pada 9 Mei 2017.
Septinus menegaskan bahwa masalah Furlough yang dipersoalkan oleh karyawan yang mogok telah dicabut oleh PT Freeport semenjak 23 April 2017.
"Kalau alasan mogok karena adanya program Furlough, itukan sudah dicabut sejak 23 April. Mengapa karyawan tetap turun ke Timika mulai tanggal 1 Mei dan 2 Mei. Maksudnya apa? Solidaritas untuk melakukan mogok sama sekali tidak berdasar," jelas Septinus.
Sehubungan dengan itu, Disnakertrans-PR Mimika meminta Pengurus Cabang SP-KEP SPSI Mimika dibawah pimpinan Aser Gobay juga ikut bertanggung jawab terhadap masalah PHK massal karyawan Freeport saat ini.
"Masalah ini terjadi karena inisiatif mereka yang tidak mendasar lalu pada akhirnya karyawan yang menjadi korban. Pengurus serikat pekerja memang tidak mendapatkan sanksi apapun karena mereka mendapat dispensasi dari perusahaan untuk tidak bekerja, tapi bagi karyawan yang ikut mogok akan menerima sanksi berupa PHK," jelas Septinus.
Manajemen PT Freeport diketahui terus mengambil langkah dan tindakan tegas bagi karyawan yang melakukan mogok kerja.
Hingga Senin 15 Mei 2017, manajemen PT Freeport telah mem-PHK 840 orang karyawan permanennya.
Para karyawan yang di-PHK itu hanya menerima imbalan satu kali gaji pokok dengan kisaran Rp6 juta hingga Rp16 juta. Bahkan beberapa diantaranya sama sekali tidak menerima imbalan lantaran gaji mereka telah dipotong habis dengan pinjaman bank dan koperasi karyawan Freeport (Kokarfi).
Keputusan manajemen PT Freeport yang terus melakukan PHK massal karyawan tersebut dikecam oleh Serikat Pekerja PT Freeport karena dinilai telah melanggar surat rekomendasi yang diterbitkan Pemkab Mimika pada 29 April 2015.
Selain itu, aksi PHK besar-besaran yang dilakukan oleh manajemen PT Freeport terhadap karyawan yang mogok kerja itu berpotensi berdampak bagi kalangan perbankan di Timika lantaran sebagian besar karyawan PT Freeport dan perusahaan-perusahaan subkontraktornya memiliki angsuran kredit di bank-bank setempat. (*)
"SPSI PT Freeport Indonesia diharapkan agar mendorong karyawan yang mogok kerja mendaftar untuk kembali bekerja guna menghindari adanya PHK massal," kata Kepala Disnakertrans-PR Mimika Septinus Soumilena di Timika, Selasa.
Ia mengatakan anjuran agar karyawan yang mogok mendaftar untuk kembali bekerja lantaran perusahaan memberikan tenggat waktu terbatas hingga tanggal 18 Mei 2017.
"Kemarin (Senin 15 Mei 2017) kami sudah mengirim surat ke PUK SPSI PT Freeport supaya mereka memobilisasi karyawan untuk mendaftar kembali. Kesempatan untuk bekerja kembali hanya dibatasi hingga tanggal 18 Mei ini. Mohon rekan-rekan karyawan yang selama ini mogok agar memanfaatkan kesempatan ini," kata Septinus.
Ia menegaskan Disnakertrans-PR Mimika sejak awal tidak mendukung langkah mogok kerja yang dilakukan oleh ribuan karyawan PT Freeport pada 1 Mei 2017 dan diikuti oleh karyawan perusahaan privatisasi dan kontraktor Freeport pada 9 Mei 2017.
Septinus menegaskan bahwa masalah Furlough yang dipersoalkan oleh karyawan yang mogok telah dicabut oleh PT Freeport semenjak 23 April 2017.
"Kalau alasan mogok karena adanya program Furlough, itukan sudah dicabut sejak 23 April. Mengapa karyawan tetap turun ke Timika mulai tanggal 1 Mei dan 2 Mei. Maksudnya apa? Solidaritas untuk melakukan mogok sama sekali tidak berdasar," jelas Septinus.
Sehubungan dengan itu, Disnakertrans-PR Mimika meminta Pengurus Cabang SP-KEP SPSI Mimika dibawah pimpinan Aser Gobay juga ikut bertanggung jawab terhadap masalah PHK massal karyawan Freeport saat ini.
"Masalah ini terjadi karena inisiatif mereka yang tidak mendasar lalu pada akhirnya karyawan yang menjadi korban. Pengurus serikat pekerja memang tidak mendapatkan sanksi apapun karena mereka mendapat dispensasi dari perusahaan untuk tidak bekerja, tapi bagi karyawan yang ikut mogok akan menerima sanksi berupa PHK," jelas Septinus.
Manajemen PT Freeport diketahui terus mengambil langkah dan tindakan tegas bagi karyawan yang melakukan mogok kerja.
Hingga Senin 15 Mei 2017, manajemen PT Freeport telah mem-PHK 840 orang karyawan permanennya.
Para karyawan yang di-PHK itu hanya menerima imbalan satu kali gaji pokok dengan kisaran Rp6 juta hingga Rp16 juta. Bahkan beberapa diantaranya sama sekali tidak menerima imbalan lantaran gaji mereka telah dipotong habis dengan pinjaman bank dan koperasi karyawan Freeport (Kokarfi).
Keputusan manajemen PT Freeport yang terus melakukan PHK massal karyawan tersebut dikecam oleh Serikat Pekerja PT Freeport karena dinilai telah melanggar surat rekomendasi yang diterbitkan Pemkab Mimika pada 29 April 2015.
Selain itu, aksi PHK besar-besaran yang dilakukan oleh manajemen PT Freeport terhadap karyawan yang mogok kerja itu berpotensi berdampak bagi kalangan perbankan di Timika lantaran sebagian besar karyawan PT Freeport dan perusahaan-perusahaan subkontraktornya memiliki angsuran kredit di bank-bank setempat. (*)