Timika (Antara Papua) - Yayasan Peduli AIDS Timika (Yapeda) mendesak pemerintah daerah di Tanah Papua agar memberikan perhatian serius pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan (pelkes) di wilayah pedalaman guna menekan laju berbagai kasus menular.

"Saya harapkan kita memberikan perhatian lebih baik pada pelayanan kesehatan kepada masyarakat di pedalaman lewat pusat-pusat pelayanan. Di banyak tempat di Papua, hal ini belum berfungsi optimal karena petugas medis hampir tidak ada di tempat-tempat itu," kata Direktur Yapeda Pastor Bert Hogenboorn OFM di Timika, Senin.

Misionaris asal Belanda yang sudah puluhan tahun berkarya di Papua itu menilai upaya memerangi kasus penyakit menular di pedalaman Papua seperti HIV-AIDS hingga kini mengalami tantangan besar karena tidak didukung dengan tersedianya tenaga kesehatan yang selalu betah setiap saat berada di tengah masyarakat.

Dengan jumlah kasus penularan HIV-AIDS yang terus bertambah di Papua, terutama di kalangan orang muda, katanya, maka sulit untuk menghentikan laju pertumbuhan kasus itu dalam beberapa tahun mendatang.

"Saya agak pesimistis karena jumlah kasus cukup besar di kalangan orang muda. Ini tentu memberi harapan yang jelek untuk masa depan orang Papua," ujarnya.



Puji Dinkes

Pastor Bert memuji upaya yang digagas oleh Dinkes Papua dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada warga pedalaman melalui program pelayanan kesehatan kaki telanjang dan lainnya.

Hanya saja hal itu, katanya, harus diikuti oleh kontinuitas petugas kesehatan untuk selalu berada di tengah masyarakat pedalaman dan wilayah-wilayah terpencil Papua lainnya, sehingga kapanpun masyarakat membutuhkan kehadiran petugas maka mereka selalu berada di tempat.

"Yang dibutuhkan masyarakat bukan sekadar hal-hal teoretis, tetapi dalam praktik petugas kesehatan itu gampang ditemui masyarakat. Maka prasyarat utama yaitu petugas harus selalu ada, jangan tinggal-tinggal di kota," pesan Pastor Bert.

Ia melihat gejala umum yang ada di semua kabupaten di Papua selama puluhan tahun yaitu petugas-petugas pemerintah baik tenaga medis maupun guru-guru sangat jarang berada di tempat tugas mereka.

"Dimana-mana hampir semua daerah pedalaman, petugas PNS itu sangat jarang ada di tempat tugas. Ini bukan hanya di bidang kesehatan, guru-guru pun demikian. Kalau petugas tidak ada, bagaimana mau mengharapkan adanya pelayanan yang baik kepada masyarakat. Apalagi mereka yang kategori ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) positif, pasti pengobatan mereka juga terhambat kalau petugas tidak ada," katanya.

Dalam hal program pemberantasan HI-AIDS di pedalaman Papua, Pastor Bert menyarankan agar pemerintah daerah perlu terus melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau para relawan yang sudah terbukti memiliki motivasi tinggi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

"Kalau mau memberi perhatian khusus kepada masyarakat yang bermukim di tempat-tempat yang sulit terjangkau, maka perlu melibatkan para relawan dari LSM-LSM. Mereka memiliki semangat kerja yang cukup tinggi. Akan sangat sulit kalau hanya mengandalkan tenaga PNS, karena mereka selalu pergi ke kota untuk mengambil gaji dan kebutuhan lain," ujarnya.

Hingga Juni 2017, jumlah kasus HIV-AIDS di Provinsi Papua mencapai 28. 771 kasus.

Dari jumlah itu, tiga daerah dengan jumlah kasus HIV-AIDS tertinggi di Papua yaitu Nabire dengan 5.923 kasus, Jayawijaya dengan 5.293 kasus dan Mimika sebanyak 5.029 kasus. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024