Timika (Antara Papua) - Kerukunan Keluarga Jawa Bersatu (KKJB) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua mendesak pemkab setempat segera menyelesaikan permasalahan antarkelompok nelayan lokal dengan kelompok nelayan pendatang di kawasan Pelabuhan Paumako.

Ketua KKJB Mimika Pardjono di Timika, Jumat, mengatakan Pemkab Mimika sudah membentuk tim guna menyelesaikan permasalahan tersebut.

Hanya saja tim tersebut belum bisa mengambil langkah-langkah selanjutnya lantaran masih menunggu kehadiran dua orang yang ditengarai menjadi biang atau provokator kerusuhan antarkelompok nelayan lokal dan nelayan pendatang pada Rabu (9/8) lalu.

"Kami berharap secepatnya pemerintah mengambil langkah-langkah penyelesaian masalah ini karena sudah terlalu lama. Pertanyaan kami, masalah ini diselesaikan sampai kapan, apakah tidak bisa menghadirkan dua orang itu," kata Pardjono.

Menurut dia, hingga sekarang para nelayan pendatang asal Sulawesi, Jawa dan daerah lain dari luar Papua tidak berani melaut. Para nelayan itu khawatir keselamatan mereka.

"Sudah ada kejadian, saat mereka pergi mencari ikan, mereka dirampok di tengah jalan. Semua barang-barangnya dijarah oleh oknum warga lokal," tuturnya.

Dampak lanjutan dari sepinya aktivitas penangkapan ikan di wilayah perairan Mimika, katanya, kini ikan di Timika langka dan harganya sangat mahal.

"Boleh dicek di pasar, sekarang ikan sangat mahal. Kalaupun ada, itu didatangkan dari luar daerah seperti dari Kaimana dan Dobo. Padahal kebutuhan ikan di Timika sangat besar, belum lagi untuk konsumsi karyawan PT Freeport Indonesia yang jumlahnya mencapai puluhan ribu orang," ujar Pardjono.

Terkait permasalahan antarkelompok nelayan lokal dengan nelayan pendatang itu, KKJB Mimika beberapa waktu lalu telah memulangkan ratusan nelayan kembali ke daerah mereka menggunakan penerbangan pesawat Hercules TNI AU.

Para nelayan yang dipulangkan kembali ke daerah asalnya itu yaitu sebanyak 47 orang dari Indramayu Jawa Barat dan 118 orang dari Jawa Tengah (Kendal dan daerah lainnya).

"Kami terpaksa memulangkan mereka. Karena kalau terlalu lama tanpa penyelesaian, mereka pada stres semuanya. Sebagian memang masih tinggal di Timika," kata Pardjono.

Adapun perahu dan kapal milik para nelayan pendatang yang `diamankan` oleh warga lokal yang jumlahnya ratusan hingga kini belum dikembalikan ke pemiliknya.

"Sampai sekarang belum ada yang dikembalikan ke pemiliknya. Memang ada informasi bahwa kapal-kapal ada yang sudah diamankan oleh Kepolisian Sektor Pelabuhan Paumako," jelas Pardjono.

Inventarisasi
Wakil Bupati Mimika Yohanis Bassang beberapa waktu lalu mengatakan jajarannya masih mengiventarisasi usul dan saran masyarakat nelayan lokal terkait permasalahan area penangkapan ikan di perairan Mimika.

"Kami masih tunggu usul saran dari masyarakat nelayan asli yang ada di kawasan Pelabuhan Paumako. Nanti kita lihat apa saja keinginan mereka. Kalau untuk nelayan luar Papua, usulan mereka sudah kami terima. Setelah semua itu terkumpul maka kami akan pertemuan mereka semua untuk mencari solusi atas permasalahan yang terjadi baru-baru ini," jelas Bassang.

Pemkab Mimika, katanya, akan mengakomodasi kepentingan semua kelompok nelayan yang ingin mencari nafkah di wilayah perairan Mimika dari usaha penangkapan ikan.

Meski demikian, perlu ada regulasi yang menjamin kelangsungan usaha penangkapan ikan tradisional oleh kelompok nelayan lokal yang memang keseharian hidup mereka bergantung pada sumber daya yang disediakan oleh alam sekitar.

"Paling utama semua harus berdamai dulu. Kita semua harus duduk bersama dalam suasana gembira dan saling menghormati. Kalau semua sudah menyatu maka persoalan ini bisa kita selesaikan secepatnya," kata Bassang.

Bentrok antardua kelompok nelayan di kawasan Pelabuhan Paumako Timika itu terjadi pada Rabu (9/8), bermula dari adanya kebijakan moratorium atau larangan sementara menangkap ikan bagi kelompok nelayan asal luar Papua yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Mimika.

Warga nelayan lokal saat itu menyerang warga nelayan asal luar Papua di Kantor Polsek Kawasan Pelabuhan Paumako. Dalam bentrok tersebut, seorang nelayan lokal meninggal dunia setelah terkena tembakan peluru oknum aparat.

Seorang anggota TNI AD ikut menjadi korban saat peristiwa itu terjadi. Ia ditombak oleh seseorang dari arah belakang. Anggota TNI AD itu kini menjalani perawatan intensif di RS AL Surabaya, Jawa Timur. (*)

Pewarta : Pewarta: Evarianus Supar
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024